kievskiy.org

Tanah Adat Cigugur Terancam Dieksekusi

Kegiatan menumbuk padi dalam prosesi upacara adat seren taun di halaman gedung Paseban Tri Panca Tunggal, di Kelurahan dan Kec. Cigugur, Kab. Kuningan beberapa waktu lalu.
Kegiatan menumbuk padi dalam prosesi upacara adat seren taun di halaman gedung Paseban Tri Panca Tunggal, di Kelurahan dan Kec. Cigugur, Kab. Kuningan beberapa waktu lalu.

JAKARTA, (PR).- Tanah adat di kawasan Cigugur, Kuningan, Jawa Barat yang didiami oleh kelompok Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan terancam dieksekusi. Ancaman ini dilakukan setelah Pengadilan Negeri Kuningan memenangkan gugatan Jaka Rumantaka, seorang bekas warga adat yang mengklaim bahwa tanah tersebut adalah tanah waris milik pribadi. Eksekusi tersebut rencananya akan digelar 24 Mei 2017 mendatang.

Kronologi perebutan tanah adat ini dimulai ketika Jaka Rumantaka mengaku diberi wasiat oleh sesepuh adat sebagai pewaris tanah leluhur. Surat wasiat yang diakuinya ditulis sejak 1970 itu ia dapat dari seorang juru tulis dan baru dibukanya pada 2008.

Padahal menurut Girang Pangaping Adat Karuhun Sunda Wiwitan, Dewi Kanti sebagai tanah adat, kepemilikan tanah ini adalah milik kelompok dan bukan untuk peruntukkan pribadi. Pengakuan surat wasiat yang dipegang Jaka Rumantaka pun terbilang janggal karena tak ada satu pun saksi yang membenarkan keberadaan surat itu dan mengapa baru dibuka setelah berpuluh tahun ditulis.

"Sayangnya hakim hanya melihat persoalan tanah ini sebagai lahan waris saja. Padahal tanah ini tanah yang digunakan sebagai tanah dinas warga adat tanpa ada satu pun yang memiliki tanah itu secara pribadi," kata Dewi dalam konferensi pers yang digelar di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Kamis, 18 Mei 2017.

Berdasarkan sejarah, pencatatan atas tanah di kawasan tersebut sudah dilakukan sejak 1960. Namun karena statusnya tanah adat maka pencatatan diatasnamakan oleh sesepuh Adat yang mewakili komunitas. 
Pada 1976 Gedung Paseban Tri Panca Tunggal sebagai pusat kegiatan komunitas dijadikan Cagar Budaya Nasional untuk melembagakan hak komunal atas wilayah adat tersebut.

"Kami melihat ada upaya manipulasi data (yang dilakukan oleh Jaka). Karena ada dua girik. Sehingga kami meminta untuk menghentikan rencana pengeksekusian tanah wilayah adat karuhun Sunda Wiwitan berdasarkan girik atas nama P Tedjabuwana yang sudah dilindungi secara hukum sebagai zona cagar budaya nasional," ucapnya.

Sementara itu, Ais Pangampih Adat Karuhun Sunda Wiwitan Okky Satria Jati mengatakan pihaknya sudah melakukan perlawanan atas putusan itu dengan mengajukan penangguhan eksekusi dan gugatan perlawanan. Menurut dia, perlawanan ini bukan tanpa hukum karena ada diskriminasi atas kepercayaan mereka di ruang persidangan.

"Karena kami tidak disumpah makanya kesaksian kami tidak dijadikan pertimbangan," kata Okky.

Okky mengatakan berdasarkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan dari kepolisian, Jaka Rumantaka juga sudah jadi tersangka atas kasus pemalsuan dokumen. Oleh karena itu ia mau Pengadilan Negeri Kuningan meninjau ulang ketetapan eksekusi karena diindikasi adanya tindak pidana berupa kesaksian palsu para saksi persidangan dari pihak penggugat dan mafia tanah baik di tingkat keluarahan sampai kecamatan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat