kievskiy.org

MUI: Segera Keluarkan Perpres PPK

SISWA kelas III mengikuti kegiatan belajar, di SDN Griba 13, Jalan Kadipaten, Kota Bandung, Rabu 10 Agustus 2016. Sistem full day school yang diwacanakan oleh pemerintah hingga kini mendapat banyak penolakan dari masyarakat.*
SISWA kelas III mengikuti kegiatan belajar, di SDN Griba 13, Jalan Kadipaten, Kota Bandung, Rabu 10 Agustus 2016. Sistem full day school yang diwacanakan oleh pemerintah hingga kini mendapat banyak penolakan dari masyarakat.*

JAKARTA, (PR).- Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta Presiden Joko Widodo segera mengeluarkan peraturan presiden (Perpres) sebagai landasan utama penerapan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). MUI juga berharap, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak memberlakukan Permendikbud Nomor 23/2017 tentang Hari Sekolah pada tahun ajaran 2017/2018 sebelum Perpres diterbitkan.

Ketua Umum MUI, Ma’ruf Amin, mengatakan, Mendikbud Muhadjir Effendy sebaiknya tidak terburu-buru memberlakukan sekolah lima hari. Menurut dia, peraturan tersebut hingga kini masih menjadi polemik dan mendapat penolakan di masyarakat dalam skala luas dan semakin masif.

“Sehingga jika dipaksakan untuk diberlakukan justru akan menjadi kontraproduktif terhadap  program kerja Presiden Joko Widodo tentang Nawa Cita yang bertujuan untuk membangun karakter bangsa dalam rangka menyiapkan generasi emas 2045,” ujarnya di Jakarta, Sabtu 8 Juli 2017.

Ia menuturkan, Perpres penting untuk segera diterbitkan mengingat PPK menuju generasi emas 2045 merupakan program nasional. Menurut dia, Perpres diharapkan bisa mengakomodasi kepentingan seluruh pemangku kebijakan dibidang pendidikan. “Seperti kementerian terkait serta MUI, PBNU dan PP Muhamadiyah. Hal ini sejalan dengan penegasan Presiden Joko Widodo dalam pertemuan dengan MUI dan Kemendikbud,” katanya.

Ma’ruf menjelaskan, pelibatan MUI dan ormas-ormas Islam, serta pihak-pihak lain yang terkait dalam pembahasan materi Perpres sangat penting agar dapat diterima dan didukung dengan baik oleh seluruh golongan masyarakat. “Sehubungan dengan hal tersebut, kami mohon agar Permendikbud Nomor 23 Tahun 2017 tentang Hari Sekolah ditunda pemberlakuannya dan Kemendikbud tidak melakukan kegiatan sosialisasi maupun langkah-langkah lain yang dapat menimbulkan pro dan kontra,” ujarnya.

Cabut

Dewan Pengurus Pusat Forum Komunikasi Diniyah Takmiliyah mendesak pemerinah segera mencabut Permendikbud 23/2017 dan menolak mulai mengimplementasikan sekolah lima hari. Ketua Umum FKDT Lukman Hakim menilai, permendikbud tersebut bertentangan dengan sejumlah regulasi.

“Seperti UU 20/2003 tentang Sisdiknas, UU No 23/2014 tentang Otonomi Daerah, PP 55/2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan, PP 19/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru, Kepres 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja, dan sejumlah regulasi lainnya, termasuk Peraturan Daerah tentang Wajib Belajar Pendidikan Diniyah Takmiliyah,” ujarnya.

Ia menilai, Permendikbud 23/2017 sangat berpotensi mematikan layanan pendidikan keagamaan berbasis masyarakat yang telah hadir sebelum Indonesia ini lahir, seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren, dan Pendidikan Alquran. “Permendikbud 23/2017 sangat tidak aplikatif dan tidak mencerminkan karakteris pendidikan di Indonesia,” katanya.

Ia menyatakan, Kemendikbud sebaiknya lebih berkonsentrasi pada penyediaan fasilitas, sarana dan prasarana sekolah serta peningkatan kompetensi guru sehingga memiliki komitmen kebangsaan yang kuat. “Kami meminta kepada Mendikbud untuk mencabut Permendikbud 23/2017 dan tidak menerapkannya mulai tahun ajaran 2017/2018 ini. Jika tidak dilakukan pencabutan, seluruh komponen Madrasah Diniyah Takmiliyah dan stakholder pendidikan akan melakukan demonstrasi secara masif,” katanya.*** 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat