kievskiy.org

Tingginya Permohonan Kepailitan dan PKPU Akibat Ekonomi Anjlok, Yasonna Laoly: Bukan Hanya di Indonesia

MenteriHukum dan HAM Yasonna H Laoly. Yasonna Laoly angkat bicara soal pasal penghinaan Presiden.
MenteriHukum dan HAM Yasonna H Laoly. Yasonna Laoly angkat bicara soal pasal penghinaan Presiden. /Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso

PIKIRAN RAKYAT – Tidak bisa ditampik jika pandemi Covid-19 yang terjadi sejak awal 2020 menjadi salah satu faktor utama anjloknya perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Selain anjloknya perekonomian, pandemi pun telah memakan banyak korban jiwa hingga menyebabkan krisis kesehatan.

Krisis kesehatan yang dialami tentunya berimbas pada keberlanjutan suatu perusahaan sebagai salah satu penopang perekonomian nasional.

Pasalnya, selama pandemi Covid-19 menghantam Indonesia, sejumlah perusahaan swasta maupun milik negara mengalami goncangan, sehingga kondisi keuangan mengalami ketidakstabilan.

Menurut Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, data dari lima Pengadilan Niaga di Indonesia menunjukkan bahwa terdapat 1.100 permohonan baru terkait kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhitung sejak April 2020 hingga Juli 2021.

Baca Juga: Respon Pernyataan Kapolri Soal 'Potong Kepala', Kapolda Metro: Saya Tambahkan, Kepalanya di Blender

"Ini bukan hanya di Indonesia, di beberapa negara di dunia juga terjadi bahkan negara-negara tersebut mengambil kebijakan untuk menunda pembayaran utang dan menunda kepailitan," katanya.

Yasonna Laoly mengatakan bahwa Indonesia memiliki kemungkinan besar akan mengambil langkah serupa, yaitu  sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah negara terkait penundaan pembayaran utang dan masalah kepailitan.

Kendati pun demikian, ia menegaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan melakukan sejumlah upaya dan kebijakan guna mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian nasional.

Baca Juga: UMP Jawa Barat Ditetapkan 21 November, Kota Kabupaten dan Serikat Buruh Tidak Boleh Berimprovisasi

"Kebijakan tersebut antara lain memberikan relaksasi yang menghasilkan restrukturisasi kredit lebih dari Rp1.400 triliun," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat