SEJARAH mencatat nama Charles Adriaan van Ophuijsen (1856-1917) dengan tinta emas. Dialah sosok yang berjasa mengakhiri ketidakseragaman ortografi penulisan bahasa Melayu dalam aksara Latin.
Sistem, yang kelak dikenal sebagai Ejaan van Ophuijsen 1901 itu menjadi ejaan resmi bahasa Melayu di daerah jajahan Belanda.
Suryadi, melalui artikel berjudul ”Historiografi Bahasa Minangkabau” (2006), menyatakan bahwa sejarah bahasa Melayu memang sangat ditentukan oleh kehadiran Ejaan van Ophuijsen pada tahun 1901 (yang disusun oleh Charles Adriaan van Ophuijsen bersama Engku Nawawi dan Muhammad Taib Sutan Ibrahim).
Akan tetapi, hampir setengah abad sebelumnya, penggunaan aksara Latin untuk menuliskan bahasa Melayu justru diperkenalkan oleh sang ayah, Johannes Adrianus Wilhelmus van Ophuijsen (1820-1890). Ia menulis sebuah manuskrip berjudul Tjatjar Sapi.
Melalui artikel itu, Suryadi membicarakan tentang historiografi bahasa Minangkabau, tetapi juga menyinggung sejarah bahasa Melayu secara umum.
Ia mengungkapkan, hingga dekade 1830, pelatinan bahasa Minangkabau masih sangat jarang ditemui. Sebenarnya, pada tahun 1824, sudah berdiri perusahaan percetakan Misionaris Nathaniel Ward, asal Inggris, di Padang (pindahan dari Bengkulu).
Meski demikian, hingga kini, tidak/belum ditemukan bukti bahwa perusahaan itu menerbitkan buku-buku berbahasa Minangkabau dalam aksara Latin.
Soal vaksinasi
Menurut Suryadi, Naskah Tjatjar Sapi ditulis oleh JAW van Ophuijsen pada tahun 1857. Ia menggunakan aksara Latin untuk menuliskan teks berbahasa Melayu Riau bercampur bahasa Minangkabau.