kievskiy.org

Indonesia Tuan Rumah Konferensi Islam Dunia

JAKARTA, (PR).- Indonesia akan menjadi tuan rumah konferensi Islam dunia Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) 2018. Event tiga hari ini akan dilaksanakan di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu, Sulawesi Tengah, 17-20 September 2018.

Konferensi ini merupakan pertemuan para ilmuwan dan akademisi studi islam dalam rangka memecahkan persoalan keislaman terkini. Asia Tenggara merupakan wilayah yang didiami oleh 25% penduduk muslim dunia yang berjumlah 1,6 milyar jiwa. 

Dengan porsi sebesar itu kawasan ini memainkan peran sentral dalam dinamika dunia islam di muka bumi ini. Sidang AICIS diselenggarakan untuk mencari masukan-masukan yang membangun bagi peradaban Islam yang lebih baik bagi dunia.

Direktur Perguruan Tinggi Keagamaan Islam, Dirjen Pendidikan Islam Kementerian Agama Arskal Salim mengungkapkan, saat ini dunia masih mengalami kesulitan dalam memahami islam. Terutama karena adanya kontradiski antara ajaran Islam dengan perilaku sebagian penganutnya.

“Kampanye ISIS yang terus menerus melawan kemanusiaan telah membuat citra islam merosot di mata dunia,” kata Arskal, di Jakarta, Jumat, 14 September 2018.

Ia mengatakan, Asia Tenggara sebenarnya dapat menjadi salah satu representasi dunia Islam yang memiliki perbedaan besar dengan Timur Tengah. Kawasan ini juga menampilkan success story tentang keberhasilan moderasi Islam di tengah tekanan radikalisme yang mengglobal.

Menurut Arskal, negara-negara Islam di asia Tenggara, terutama Indonesia banyak melahirkan pemikiran baru dalam hal budaya, sosial, ekonomi, arsitektur, serta pola hubungan antara mayoritas-minoritas yang erat kaitannya dengan Islam. “Kita sangat kaya akan khazanah keislaman yang belum tergali dengan sempurna,” katanya. 

Sebanyak 1700 pakar dan praktisi dunia islam akan terlibat dalam jual beli ide-ide baru tentang islam di zaman yang berubah ini. Pembicara Kunci dalam forum ini adalah Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan Pakar Studi Islam Dominik Müller dari Max Planck Institute for Social Anthropology, Jerman.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat