kievskiy.org

Dana Kelurahan: Antara Payung Hukum dan Keadilan Anggaran

JAKARTA, (PR). - Wacana pemerintah mengalokasikan Rp 3 triliun untuk dana kelurahan mengundang polemik dari sejumlah fraksi di DPR. Ada indikasi politis yang disebut melatarbelakangi wacana tersebut. Apalagi wacana ini muncul jelang Pilpres dan belum ada UU yang mengatur mengenai dana kelurahan itu. Sementara sebagian fraksi menilai, kebijakan ini merupakan proses keadilan anggaran yang dilakukan pemerintah untuk masyarakat Kota. Salah satu pandangan yang menolak di antaranya muncul dari Anggota Fraksi Gerindra Nizar Zahro. Menurut dia, alokasi dana kelurahan terkesan tiba-tiba karena tidak pernah disebut sebelumnya dalam RUU APBN 2019 yang diajukan oleh pemerintah. Menurut dia, RUU APBN pasal 9 hanya menyebut dua dana transfer daerah hanya yakni dana transfer daerah sebesar Rp 852 triliun dan dana desa sebesar Rp 73 triliun. "Tak ada dana kelurahan di situ. Kami sarankan ya pemerintah jangan paksakan dana kelurahan ini," ucap Nizar dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa 23 Oktober 2018. Nizar menilai, jika pun pemerintah mengambil Rp 3 triliun dari total Rp 73 triliun dana desa untuk dana kelurahan, hal ini akan sulit karena belum ada payung hukum yang menanunginya. Nizar menyarankan kalau pemerintah keukeuh menggolkan dana kelurahan ini, maka hendaknya alokasi untuk dana kelurahan tak mengambil alokasi dari dana desa. "Jangan mengurangi yang Rp 73 triliun. Setelah itu keluarkan PP atau Peraturan Mendagri tentang APBD Perubahan atau APBD Kabupaten yang mewajibkan menambah dana kelurahan. Ini opsi dari kami," ucap dia. Menanggapi hal ini, politis Golkar, Ace Hasan Syadzili menilai, payung hukum sebenarnya hanya urusan keberpihakan politik saja. Pemerintah punya kewenangan untuk membuat payung hukum seperti Peraturan Presiden tentang mekanisme anggaran kelurahan ini. Sementara para pembuat kebijakan di dewan pun hendaknya melihat kebijakan ini dengan sudut pandang kebutuhan masyarakat. "Karena kalau dari perspektif politik nanti apapun yang dilakukan pasti akan dilihat secara politik. Akhirnya semua jadi serba ketakutan. Jadi menurut saya, jangan sampai prosedur itu menghalangi substansi untuk menyejahterakan rakyat," kata Ace. Apalagi, sambung Ace, kebutuhan terhadap dana kelurahan adalah bagian dari proses keadilan anggaran. Mengutip data BPS 2018, tingkat kemiskinan di perkotaan cukup tinggi yakni 10,4 juta orang. "Lalu bagaimana kita memperlakukan masyarakat perkotaan yang juga menghadapi masalah yang sama dengan masalah yang dihadapi oleh masyarakat desa? Inilah yang saya sebut sebagai keadilan anggaran," ucap Ace. Anggota Komisi II DPR RI dari fraksi PDIP Budiman Sudjatmiko juga punya pandangan yang sama. Menurut dia publik tak perlu heran pada kebijakan dana kelurahan yang akan dicanangkan oleh pemerintah tahun ini. Budiman menyebut, dana kelurahan adalah hasil dari evaluasi pelaksanaan dana desa yang telah dikucurkan sejak 2014 sampai 2017. Dalam evaluasi itu, pengelolaan dana desa bisa memberikaan dampak manfaat yang besar bagi masyarakat terutama di pelosok. Wajar akhirnya jika program ini akan diaplikasikan juga di kelurahan atau lembaga pemerintahan setingkat desa yang ada di Kotamadya. Dia pun menyebut usulan mengenai dana kelurahan sudah pernah diminta oleh walikota jauh sebelum rencana ini dicanangkan. "Saya ingat pertanyaan dari pak Ridwan Kamil saat masih jadi walikota Bandung dan pak Bima Arya dari Bogor saat saya memberi pelatihan kepada bupati walikota se-Indonesia tahun 2015. Kata mereka, orang miskin kan bukan cuma ada di desa, di Bogor juga ada, di Bandung juga ada. Harusnya ada dong UU Kota, minimal dana kota," kata Budiman. Oleh karena itu, kebijakan yang memberi manfaat untuk rakyat hendaknya tak jadi polemik. Budiman menyebut, ketika pemerintah mengajukan anggaran desa dinaikkan menjadi Rp 73 triliun dan Rp 3 triliun diberikan untuk kelurahan, para kepala desa yang ada di Kabupaten pun menyetujuinya. "Saya tanya teman-teman Kepala Desa dan mereka rela-rela saja. Menurut mereka toh yang ada di kota, di Manggarai, tinggal di Pluit, PKL di Jakarta, yang di Surabaya, Semarang, Bandung, Medan, segala macam itu keponakan mereka juga, anak-anak mereka juga. Saya pikir enggak perlu ada perdebatan lagi dan rakyat akan dapat untungnya," ucap dia. Sementara sekretaris PAN, Yandri Soesanto menyebut, fraksinya setuju saja dengan kebijakan dana kelurahan ini. Namun, tentu payung hukum perlu diselesaikan lebih dahulu. "Ayo pemerintah dan DP kalau bisa cepat kita revisi UU, mungkin satu atau dua pasal. Enggak usah terlalu banyak. Cukup di Baleg, karena baleg itu mewakili semua fraksi. Tidak perlu ada pansus dan panja. Atau opsi kedua, masukkan ke Dana Alokasi Umum," ucap Yandri.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat