kievskiy.org

Kak Seto Sayangkan Pelibatan Anak dalam Aksi Pembakaran Bendera Tauhid

KAK Seto Mulyadi menilai pembanguan karakter bangsa Indonesia banyak yang dilupakan. Padahal pembangunan karakter bisa dimulai dari kedisiplinan.*
KAK Seto Mulyadi menilai pembanguan karakter bangsa Indonesia banyak yang dilupakan. Padahal pembangunan karakter bisa dimulai dari kedisiplinan.*

JAKARTA, (PR).- Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi, menyayangkan pelibatan anak pada kejadian pembakaran bendera yang dilakukan salah satu organisasi masyarakat pada acara Hari Santri di Garut beberapa waktu lalu. Menurut pria yang akrab disapa Kak Seto itu, aksi tersebut tidak serta merta dapat dipahami anak-anak sebagaimana pemahaman orang dewasa.

“Pembakaran bendera sebagai sebuah aktivitas simbolik. Tidak serta merta dapat dipahami anak-anak sebagaimana pemahaman orang dewasa,” kata Kak Seto, tulis Kantor Berita Antara, Rabu 24 Oktober 2018.

Dia mengatakan, dengan kebersahajaan pola pikir kanak-kanak, perilaku membakar bendera sedemikian rupa dapat memunculkan kebingungan pada anak. Ia menjelaskan, anak dapat bertanya-tanya apa yang salah dengan bendera tersebut, mengapa bendera dibakar pada peristiwa tertentu, mengapa pihak tertentu membakar bendera dan apa tujuannya.

"Referensi utama anak-anak adalah keluarga, tempat pendidikan, kelompok pergaulan dan teman-teman sebaya. Karena itu, terdapat persoalan yang tidak ringan bagi seluruh pihak untuk membangun pemahaman utuh pada diri anak mengenai pembakaran tersebut," tuturnya.

Buruk bagi tumbuh kembang anak

Dalam ruang pemahaman yang vakum pada diri anak-anak, Kak Seto khawatir akan terisi pemahaman-pemahaman negatif bahkan berpeluang berisiko buruk bagi tumbuh kembang anak.

"Kami khawatir, aksi pembakaran tersebut sedemikian rupa terasosiasi dengan 'low politics' daripada 'high politics'. Aksi tersebut rentan dimaknai sebagai permusuhan satu pihak ke pihak lain secara destruktif," katanya.

"Low politics", kata Kak Seto, tidak jauh dari permasalahan menang-kalah dan hitam-putih. LPAI tidak bersikap antipolitik, tetapi memilih "membuang muka" dari "low politics".

Sedangkan "high politics" berurusan dengan hajat hidup orang banyak dan hidup pada bahasan tentang bagaimana menyejahterakan warga bangsa, terutama anak-anak.

"LPAI menjaga jarak dari polemik tentang bendera dan ormas yang melakukan pembakaran. Meskipun kasus tersebut berkaitan dengan 'low 'politics', kami tetap berikhtiar menanganinya dengan pijakan 'high politics," jelasnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat