kievskiy.org

Ada Missed Match, Lulusan SMK Mendominasi Angka Pengangguran

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Agustus 2018, angka pengangguran di Indonesia sebesar 5,34 persen atau sebanyak 7.001 orang. Dari jumlah tersebut, lulusan SMK paling mendominasi, yakni 11,24 persen.*/RIESTY YUSNILANINGSIH/PR
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Agustus 2018, angka pengangguran di Indonesia sebesar 5,34 persen atau sebanyak 7.001 orang. Dari jumlah tersebut, lulusan SMK paling mendominasi, yakni 11,24 persen.*/RIESTY YUSNILANINGSIH/PR

BEKASI, (PR).- Kementerian Ketenagakerjaan terus berupaya menekan angka pengangguran dari kelompok lulusan SMK yang mendominasi persentase pengangguran di Indonesia. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan mendorong lulusan SMK agar memiliki keahlian yang telah disertifikasi secara resmi.

"Sertifikat kompetensi ini yang menjadi modal lulusan SMK bisa terserap di dunia kerja," kata Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri, Kamis, 21 Maret 2019. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, per Agustus 2018, angka pengangguran di Indonesia sebesar 5,34 persen atau sebanyak 7.001 orang. Dari jumlah tersebut, lulusan SMK paling mendominasi, yakni 11,24 persen, disusul lulusan SMA 7,95 persen, kemudian lulusan diploma 6,02 persen, lalu lulusan universitas 5,89 persen, menyusul lulusan SMP 4,8 persen, serta lulusan SD 2,43 persen.

Selain mendorong diperbanyaknya lulusan SMK yang telah tersertifikasi keahliannya, Hanif juga mengatakan pihaknya terus mendorong dunia usaha memperhitungkan sertifikat kompetensi ini sebagai salah satu acuan ketika melakukan rekrutmen tenaga kerja.

"Jadi perusahaan membuka opsi, pencari kerja yang berbekal ijazah juga yang memiliki sertifikat kompetensi. Sebab sertifikat yang berfungsi sebagai instrumen pengakuan keahlian seseorang memang benar adanya," ucapnya.

Selain karena hal sertifikasi, tingginya angka pengangguran lulusan SMK juga dipengaruhi masih adanya missed match antara keahlian yang dibutuhkan dunia kerja, dengan keterampilan yang dimiliki para lulusan. Persentase ketidakcocokan tersebut, saat ini angkanya di atas 50 persen.

"Untuk menekan missed match ini, tentunya tidak bisa ditangani hanya oleh Kemenaker, tapi juga pemangku kepentingan lain karena harus ada perbaikan tata kelola, pengembangan kemampuan tenaga pendidik, meningkatkan kelengkapan sarana prasarana pendidikan, dan lainnya. Adapun yang bisa dilakukan Kemenaker untuk menekannya, melalui sertifikasi kompetensi lulusan tadi," katanya.***
 

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat