KUPANG, (PR).- Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang, Mikhael Raja Muda Bataona mengatakan, Reuni 212 sebagai sebuah gerakan politik populisme kanan.
"Jika dikaji secara empirik, sebenarnya gerakan Reuni 212 itu sebuah gerakan politik, dan lebih spesifik lagi adalah sebuah gerakan politik populisme kanan," kata Mikhael Mikhael Raja Muda Bataona, di Kupang, Senin, 2 Desember 2019.
Artinya, sebagai sebuah gerakan politik, Reuni 212 sah-sah saja dilakukan dalam sebuah negara demokrasi, yaitu sebagai sebuah media politik untuk mengkonsolidasi kekuatan politik dalam rangka memberi tekanan kepada rezim yang berkuasa.
Baca Juga: Akademisi: FPI dan Habib Rizieq Bukan Ancaman Bangsa, Jangan Khawatir Reuni 212
Dalam batasan itu, menurut dia, maka gerakan ini baik. Namun akan merisaukan ketika tujuan dan motif kegiatan ini dibelokkan untuk hal-hal destruktif bagi negara dan pemerintahan yang sah.
"Tapi saya melihat bahwa gerakan hari ini, berakhir dengan baik sehingga patut diapresiasi. Mungkin yang bisa dibaca adalah dari narasi-narasi yang disampaikan para tokoh yang memang sangat eksplisit menjelaskan arah gerakan ini yaitu sebagai oposisi pemerintah," kata dia dilansir Antara.
Baca Juga: Kendaraan Tempur Jadi 'Primadona' di Reuni 212
Menurutnya, yang juga bisa dibaca dari Reuni 212 adalah apakah tema gerakan tersebut masih relevan dengan situasi saat ini? Itulah yang mungkin dipersoalkan oleh masyarakat.
Sebab kasus awal yang menyebabkan lahirnya gerakan ini sudah diselesaikan secara hukum. Dan pelakunya sudah divonis oleh pengadilan dan menjalankan hukuman sampai selesai.