kievskiy.org

Polemik Perairan Natuna, Pemerintah Indonesia Jangan Terpancing Provokasi Tiongkok

Tiongkok tidak serta merta menerima klaim Indonesia terhadap Perairan Natuna lantaran sejak awal mereka menolak hasil Arbitrase Laut Tiongkok Selatan.
Tiongkok tidak serta merta menerima klaim Indonesia terhadap Perairan Natuna lantaran sejak awal mereka menolak hasil Arbitrase Laut Tiongkok Selatan. /Kedutaan Besar Tiongkok Kedutaan Besar Tiongkok

PIKIRAN RAKYAT - Polemik yang terjadi usai kapal Tiongkok memasuki wilayah perairan Natuna di Kepulauan Riau terus bergulir.

Pemerintah Tiongkok mengklaim miliki hak untuk bisa masuk ke perairan Natuna, namun hal tersebut dibantah dan ditegaskan milik kedaulatan NKRI.

Terkait klaim sepihak yang dilakukan pemerintah Tiongkok Anggota Komisi I DPR RI Fraksi Partai NasDem Willy Aditya meminta pemerintah Indonesia tidak terpancing dengan langkah-langkah provokasi China terkait dengan polemik yang terjadi di perairan Natuna.

"Pemerintah tidak boleh terprovokasi sehingga kita harus hati-hati melihat situasi yang berkembang di Natuna. Hukum laut internasional tidak memberi celah untuk terjadinya konflik yang mengeras dan berujung perang," kata Willy di Jakarta, Minggu 5 Januari 2020.

Dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara menurut dia, apa yang dilakukan Coastal Guard Tiongkok yang mengawal nelayannya masuk wilayah NKRI adalah upaya provokasi.

Baca Juga: Iran Kibarkan Bendera Merah Simbol Balas Dendam dan Siap Berperang

Selain itu, pernyataan Kementerian Luar Negeri Tiongkok yang berkeras dengan konsep internalnya menunjukkan arogansi untuk memprovokasi Indonesia masuk dalam dispute internasional wilayah laut.

"Tiongkok sangat tahu dan cukup cerdik membaca situasi yang ada dan kekuatan yang dimilikinya. Semua negara akan bersepakat untuk menghindari perang karena akan mendorong penyelesaian melalui mekanisme negosiasi. Tiongkok punya pengaruh yang cukup untuk digunakan 'memaksa' Indonesia," ujarnya.

Willy mengingatkan bahwa tahun depan akan ada persiapan periodic review UNCLOS yang bisa menjadi celah masuk Tiongkok memasukkan isu-isu kelautannya.

Menurut dia, dalam catatan ratifikasi UNCLOS tahun 2006, Tiongkok tidak memilih International Court of Justics (ICJ), International Tribunal, International Arbitral Tribunal, maupun Special Arbitral Tribunal sebagai upaya penyelesaian sengketa wilayah laut dengan negara lain.

Baca Juga: Bukannya Mereda, Cuitan Donald Trump Buat Iran dan Amerika Serikat Semakin Diambang Perang

"Namun, Tiongkok memilih menggunakan perangkat yang disediakan pada Pasal 298 (Paragraf 1, a, b, dan c) UNCLOS yang pada intinya menunjuk juru damai dan langsung berhubungan dengan negara bersengketa. Itulah kenapa Tiongkok tidak mengakui putusan arbitrase sengketa Tiongkok dengan Filipina," katanya.

Dia juga menuturkan tidak perlu diadakannya negosiasi antara Indonesia dan Tiongkok terkait persoalan perairan Natuna.

Indonesia harus belajar dari apa yang terjadi di Sipadan dan Ligitan dan tidak perlu terprovokasi lantaran tidak ada dasar ekonomi, invetasi atau sejenisnya.

"Pewacanaan seolah-olah Indonesia harus bernegosiasi dan beruding apa lagi perang sangat tidak tepat dalam kondisi saat ini. Media sebaiknya juga mampu membantu pemerintah untuk membangun narasi kedaulatan RI di Natuna," ujarnya.

Menurut dia, masyarakat Indonesia sepakat bahwa Natuna tidak untuk di negosiasi dengan siapa pun karena sepenuhnya milik Indonesia dan diakui dunia internasional.

Indonesia bisa bersahabat dengan siapa pun, seperti Indonesia bisa tegas berkenaan dengan kedaulatan NKRI terhadap negara mana pun sehingga provokasi Tiongkok harus ditepis bersama dengan menguatkan spiral lobi internasional.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat