PIKIRAN RAKYAT - Padatnya pengunjung di sejumlah area wisata membuat para pengelola ekstra ketat menerapkan disiplin protokol kesehatan. Namun ada saja pengunjung yang mengabaikan pentingnya aturan pencegahan penularan Covid-19 itu.
Pakar kesehatan masyarakat Universitas Padjadjaran Deni Kurniadi Sunjaya menyebut, liburan panjang tidak dapat dijadikan patokan adanya lonjakan kasus sepanjang protokol kesehatan dipegang teguh. Kuncinya adalah pengawasan yang benar agar laju sebaran virus bisa ditahan.
Menurut Deni, semua pihak harus tetap berikhtiar membangun kesadaran masyarakat bahwa masker dan protokol kesehatan lainnya sudah jadi bagian kehidupan sehari-hari. Masyarakat harus memahami betul proses sebaran virus dan pecegahannya.
"Kami (peneliti) memprediksi sampai 2022 masih ada kasus baru. Karena setelah pandemi, virus Covid-19 akan menjadi endemik. Ini artinya Covid-19 terus ada," kata Deni.
Dua tahun pandemi telah membuat masyarakat jenuh dengan segala pembatasan. Ketika pemerintah melakukan pelonggaran, dimanfaatkan untuk melepaskan penat.
"Daya tahan masyarakat untuk menahan diri tidak mendekati kerumunan, memakai masker, sudah turun. Kewaspadaan mereka telah berkurang," ucapnya.
Menilik libur panjang akhir 2020, Deni mengatakan sempat terjadi lonjakan yang cukup tinggi. Saat itu pun belum masuk masa libur panjang. Lonjakan itu disebabkan hal lain yaitu faktor psikososial masyarakat.
"Mungkin kita sudah sering melihat, banyak orang yang tidak mempedulikan kerumunan baik di kota atau di desa. Bahkan kepercayaan masyarakat adanya Covid-19 terus meluruh," ujar Deni.
Deni menjelaskan, penyebab kelelahan itu bisa jadi karena aktivitas yang tinggi atau tidak adanya aktivitas. Terlalu lama kondisi seperti sekarang, kata Deni, mengetes daya tahan orang.
Mitigasi
Untuk mengawasinya, Deni mengatakan pemerintah daerah bisa menggunakan metode mitigasi bencana untuk mengetahui tingkat bahaya persebaran virus.
Contohnya dengan membuat testing acak di titik-titik kerumunan sehingga data langsung masuk ke rumah sakit atau dilaporkan ke puskesmas.
Pemerintah daerah bisa membuat indikator sendiri dengan melihat perilaku masyarakat, pengawasan masyarakat, sehingga daerah dapat menentukan tingkat bahayanya tanpa menunggu menjadi pasien.
Deni yakin, masyarakat mampu membangun kesadaran pentingnya memperketat penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menjaga jarak.
Deni mengakui, dibutuhkan kerja keras untuk menumbuhkan kebiasaan baru di masyarakat. Adanya vaksin juga tidak lantas mengendurkan penerapan protokol kesehatan.
Menurut Deni, menggunakan masker, menghindari kerumunan, menjaga jarak, dan mencuci tangan memakai sabun tetap menjadi pencegahan persebaran virus yang efektif.
Sementara itu, epidemiolog Universitas Islam Bandung Fajar Awalia Yulianto menuturkan, pandemi selama 2021 memang relatif terkendali.
Meski demikian, evaluasi dari tahun lalu sebaiknya dijadikan langkah awal untuk terus mengendalikan pandemi Covid-19.
Konsistensi
Untuk tahun 2022, kata Fajar, masyarakat harus bisa meneruskan usaha yang sudah dilakukan sebelumnya meski dengan sentuhan beberapa perubahan.
Sebab, wabah merupakan keadaan yang dinamis. Karenanya, jangan alergi terhadap perubahan peraturan yang memang ditujukan untuk pengendalian wabah. Konsistensi kolaborasi pemerintah dan masyarakat perlu dipertahankan.
Fajar menuturkan, Covid-19 dikenal pandai bermutasi. Sehingga, tak heran banyak yang memprediksikan di 2022 akan muncul varian baru lagi.
Fajar mengutarakan, penerapan protokol kesehatan masih merupakan langkah yang konservatif tapi terbukti efektif dan bisa dilakukan.
Kegiatan luar ruangan juga berhubungan dengan prokes. Apabila bisa dilakukan daring (online) kenapa harus luring (offline).***