kievskiy.org

Di Era Jokowi, Kemunduran Demokrasi Semakin Parah

PRESIDEN Jokowi.*
PRESIDEN Jokowi.* /DOK. SETNEG DOK. SETNEG

PIKIRAN RAKYAT - Koalisi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Fraksi Rakyat Indonesia (FRI) melihat kemunduran demokrasi semakin parah.

Setidaknya sejak Februari 2020 teridentifikasi beberapa pola untuk memberangus suara kritis, baik yang dialamatkan kepada RUU Omnibus Law Cipta Kerja, termasuk penanganan Pandemi Covid-19.

 Setidaknya terdapat 4 pola yang dilakukann yaitu  intimidasi, peretasan, kriminalisasi, dan pengawasan. Intimidasi setidaknya dilakukan terhadap Konfederasi KASBI oleh pendukung Omnibus Law dengan  menggalang anak remaja untuk melakukan aksi membakar ban di depan kantor KASBI.

Teror juga terjadi terhadap Pengurus KASBI. Hal serupa menimpa WALHI Yogyakarta yang didatangi anggota polisi dan TNI. 

 Baca Juga: Tambang Ilegal di Kota Tasikmalaya Tak Kunjung Ditindak, Mata Air Cihejo Semakin Terancam

Peretasan tampaknya menjadi jenis yang paling banyak memakan korban. Peretasan atau percobaan peretasan gawai melalui akun media sosial maupun aplikasi pesan menimpa antara lain Fajar, Ketua BEM UI, Azhar, Merah Johansyah dari Jatam, dan Syahdan Husein dari Gejayan Memanggil. Selain itu, percobaan peretasan akun Twitter dialami oleh Koordinator Jarigan Desa Kita R Sumakto @DesaKita2 dan akun Facebook seorang jurnalis, Mawa Kresna. 

Sedangkan, kriminalisasi menimpa 3 orang pegiat Aksi Kamisan Malang, Ravio, dan 3 orang pemuda di Tangerang yaitu Rio Imanuel, Aflah Adhi, dan Muhammad Riski yang ketiganya adalah pemuda yang aktif dalam gerakan gerakan berbasis edukasi dan solidaritas. Sementara, pengawasan aktivitas oleh kepolisian maupun orang tak dikenal dialami setidaknya oleh Solidaritas Pangan Yogyakarta sebanyak dua kali dan LBH Medan empat kali.

 Baca Juga: Ancaman Perubahan Iklim Nyata, LIPI Prediksi Pulau Kecil di Indonesia Bisa Tenggelam

"Keseluruhan tindakan di atas memiliki kesamaan yaitu tidak pernah ada proses hukum terhadap pelakunya," kata Muhamad Isnur dalam keterangan tertulis koalisi, Minggu 26 April 2020.‎ Hal itu secara gamblang berbeda dengan proses hukum terhadap masyarakat yang dianggap menghina presiden atau pejabat lainnya.

Kondisi tersebut menunjukkan kepolisian bukannya tidak mampu mengungkap siapa pelakunya tetapi tidak mau. "Kami melihat hal itu sebagai sebuah pelanggaran terhadap Negara Hukum, persamaan di depan hukum tinggal di atas kertas," tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat