kievskiy.org

Perhatikan Faktor Eksternal Pemicu Letusan Gunung Tangkuban Parahu dan Upaya Mitigasi Harus Rinci

Faktor eksternal yang berpotensi memicu letusan gunung api,  seharusnya diawasi dalam aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu
Faktor eksternal yang berpotensi memicu letusan gunung api, seharusnya diawasi dalam aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Parahu /Antara/Bagus Ahmad Rizaldi

PIKIRAN RAKYAT - Faktor eksternal yang berpotensi memicu letusan gunung api, seperti gempa, longsor, hujan seharusnya menjadi bagian dari pengawasan dan pengamatan aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Perahu.

Pasalnya, erupsi bukan hanya terjadi lantaran gunung api tersebut telah memasuki siklus atau periode letusannya. Namun, bisa terjadi akibat berbagai faktor eksternal tersebut.

Hal itu diungkapkan Mirzam Abdurrahman, Volkanolog dari Institut Teknologi Bandung (ITB) saat dihubungi, Senin 14 Februari 2022 terkait peristiwa embusan asap solfatara dari kawah Tangkuban Perahu.

Pengamatan faktor internal, seperti keluarnya magma ke permukaan, keterisian dapur magma memang tetap perlu dilakukan.

Baca Juga: Viral Sekelompok Pria Bakar Anjing Hidup-hidup hingga Tersiksa, Perekam Justru Tertawa Terbahak-bahak

Namun, pengamatan tanda-tanda eksternal tak boleh luput agar deteksi lebih komprehensif dan mitigasi pun cepat.

Mirzam mencontohkan, peristiwa letusan Gunung Anak Krakatau pada 2018 terjadi lantaran longsor.

Demikian pula yang terjadi kala gunung api meletus di Fiji akibat gempa. Tak pelak, faktor-faktor eksternal bisa membuat gunung api meletus di luar siklusnya.

"Yang (mesti) diantisipasi faktor eksternal, karena bisa di luar pengamatan jadi (erupsi) bisa di luar siklus," kata Mirzam.

Dengan pengamatan yang menyeluruh dari faktor internal dan eksternal, sistem peringatan dini bencana letusan juga bakal lebih akurat.

Terkait mitigasi kawasan rawan bencana, Mirzam menilai sosialisasinya harus bisa dipahami masyarakat.

Untuk itu, penyampaiannya harus disampaikan oleh orang yang tepat, seperti tokoh warga. Saat Gunung Merapi meletus 2010 umpamanya, sebanyak 54 persen warga lebih percaya kuncen. Tak heran, butuh kerjasama semua pihak dalam mitigasi gunung api.

Sementara itu, T Bachtiar, Anggota Masyarakat Geografi Nasional Indonesia dan Kelompok Riset Cekungan Bandung menekankan sosialisasi mitigasi‎ harus dilaksanakan jauh sebelum potensi bencana itu menjadi aktual.

"Jadi bukan dadakan, ada gejala, baru melakukan mitigasi. Bisa saja dilakukan, tapi tidak akan berjalan dengan baik sesuai dengan tujuannya," kata Bachtiar. Mitigasi juga tidak bisa dilakukan hanya sekali, melainkan berulang kali.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat