kievskiy.org

Wamenkumham Ungkap Data Mengejutkan, Banyak Kasus Kekerasan Seksual Tak Sampai ke Pengadilan

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham), Edward Omar Sharif Hiariej /Pikiran Rakyat/ Aldiro Syahrian

PIKIRAN RAKYAT - Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manuasia Edward Omar Sharif Hiariej mengungkapkan fakta mengejutkan. Disebut Edward, banyak kasus kekerasan seksual yang terjadi tidak sampai diproses hingga ke pengadilan.

Disebut pria yang kerap disapa Eddy Hiariej ini pernyataan tersebut berdasarkan laporan dari Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Komnas Perempuan, dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Dari laporan tersebut menunjukkan sekitar 6.000 kasus kekerasan seksual di Indonesia, hanya 300 kasus yang diproses sampai ke pengadilan.

Artinya, terdapat 5.700 kasus kekerasan seksual tidak diproses sampai ke pengadilan. Hal ini disebut Edward menimbulkan pertanyaan dan keprihatian.

Baca Juga: Info Beasiswa S2 Kominfo 2022: Ditutup 6 Hari Lagi, Simak Cara Daftarnya di Sini

“Berarti di bawah 5 persen (yang diproses ke pengadilan). Maka itu jadi big question, apa yang sebenarnya terjadi? Berarti ada something wrong, ada sesuatu yang salah dengan hukum acara kita sehingga itu tidak bisa diproses,” ujar Edward dalam pertemuan dengan media di Gedung Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkumham, Jakarta, Selasa, 22 Februari 2022.

Melihat kasus tersebut, Edward mengatakan perlunya perincian yang mendetail terkait rancangan undang-undang (RUU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS). Selain itu, RUU ini juga dikatakan Edward akan menitikberatkan pada hukum acara.

"Oleh karena itu hukum acara di TPKS ini sangat detail dan komprehensif. Misal, satu saksi dengan alat bukti lain sudah cukup untuk memproses tersangka. Keterangan korban dengan alat bukti lainnya sudah cukup. Selain itu penyidik juga wajib memproses sehingga dilarang menolak perkara," jelasnya.

Selain itu, Edward juga mengatakan penyelesaian perkara kekerasan seksual tidak boleh menggunakan restorative justice. Pertimbangannya menurut Edward, agar korban mendapat keadilan yang seadilnya setelah kasus diselidiki oleh yang berwenang.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat