kievskiy.org

Dari Istri Dadang Naser, Putri Ma'ruf hingga Putra Jokowi di Pilkada 2020, Hadirnya Dinasti Politik?

Ilustrasi. Dukungan terhadap putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang akan maju pada Pilkada Solo 2020.*
Ilustrasi. Dukungan terhadap putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang akan maju pada Pilkada Solo 2020.* /ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Direstuinya putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon Wali Kota Solo memunculkan kembali isu dinasti politik.

Di pemilihan Wali Kota Tangerang Selatan, ada nama Siti Nur Azizah yang merupakan putri dari Wakil Presiden KH Ma'ruf Amin. Isu serupa juga santer di daerah lain yang hendak menggelar Pilkada 2020.

Kabupaten Bandung misalnya, memunculkan polemik dinasti politik lewat majunya Kurnia Agustina Dadang Naser, istri dari Bupati Bandung saat ini, Dadang Naser.

Baca Juga: Sulap Korek Api Bekas Jadi Berdaya Jual, Mainan Sebesar Jari Orang Dewasa Itu Merambah di Dunia Maya

Menanggapi hal ini, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Saan Mustopa menilai kalau dinasi politik sejatinya bukan hari ini saja diperbincangkan. Isu ini telah bergulir sejak Pilkada langsung dimulai pada 2005. Menurut dia banyak aspek yang menyebabkan dinasti politik ini lahir.

"Ini terkait dengan soal kepartaian kita. Karena sumber utama lahirnya kepala-kepala daerah, sumber utama rekrutmen itu kan ada di partai politik, jadi partai politik dalam soal menjalankan fungsi rekrutmen politik itu, baik di eksekutif maupun legislatif ini juga yang berpengaruh terhadap muncul atau tidaknya dinasti politik, menguat atau tidaknya dinasti Politik," kata Saan dalam diskusi di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa 28 Juli 2020.

Baca Juga: Tanggapi Hubungan Putrinya dengan Rizky Billar, Ibunda Lesty Kejora Singgung Soal Jodoh

Oleh karena itu, ke depan hendaknya proses rekrutmen yang dilakukan oleh partai-partai itu menjadi bagian penting yang harus dipikirkan bersama. Jika pun melahirkan dinasti politik tak bisa dihindari, setidaknya rekrutmen yang fair tidak mengabaikan kompetensi seorang kader.

"Misalnya ya track record (rekam jejak, red) dia di Politik, istilahnya tidak ujug-ujug langsung seketika, yang tidak punya record politik, tidak punya jabatan-jabatan publik, tiba-tiba muncul sebagai calon, ini penting," ucap dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat