kievskiy.org

Kenapa Anwar Usman Tak Bisa Ajukan Banding Usai Dipecat MKMK? Ini Penjelasan Jimly Asshiddiqie

Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melanjutkan memeriksa Ketua Hakim Konstitusi secara tertutup terkait pelaporan etik Hakim Mahkamah Konstitusi dari masyarakat.
Ketua Hakim Konstitusi Anwar Usman (kedua kanan) berjalan menuju Gedung II Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta, Jumat (3/11/2023). Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melanjutkan memeriksa Ketua Hakim Konstitusi secara tertutup terkait pelaporan etik Hakim Mahkamah Konstitusi dari masyarakat. /GALIH PRADIPTA ANTARA FOTO

PIKIRAN RAKYAT - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah mengumumkan keputusan kontroversial terkait kasus pelanggaran etika yang melibatkan Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman.

Menurut Ketua MKMK, Jimly Asshiddiqie, Anwar Usman tidak diberi hak untuk mengajukan banding atas sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK.

Kenapa hal tersebut terjadi?

Jimly Asshiddiqie menjelaskan bahwa majelis banding biasanya dibentuk apabila sanksi yang dijatuhkan adalah pemberhentian tidak dengan hormat. Namun, dalam kasus Anwar Usman, MKMK menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK, bukan dari anggota MK, sehingga aturan majelis banding tidak berlaku dalam konteks ini.

MKMK juga memberikan rekomendasi kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk merevisi Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 tentang MKMK.

Revisi tersebut direkomendasikan untuk menghapus mekanisme majelis kehormatan banding, atau jika dinilai sangat penting, sebaiknya diatur dalam undang-undang dan bukan diatur sendiri oleh MK.

Anwar Usman dinyatakan bersalah atas pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, termasuk melanggar Prinsip Ketidakberpihakan, Prinsip Integritas, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan, Prinsip Independensi, serta Prinsip Kepantasan dan Kesopanan yang tercantum dalam Sapta Karsa Hutama.

Dengan adanya putusan ini, Anwar Usman tidak lagi menjabat sebagai Ketua MK. MKMK memerintahkan Wakil Ketua MK untuk memimpin penyelenggaraan pemilihan Ketua MK yang baru, dimulai dalam waktu 2x24 jam sejak pembacaan putusan.

Selain itu, Anwar Usman tidak diizinkan untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya sebagai hakim konstitusi berakhir. Dia juga dilarang terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum mendatang, termasuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

Keputusan ini menciptakan diskusi luas di kalangan masyarakat, menyoroti pentingnya integritas dan kepatuhan terhadap kode etik dalam lembaga-lembaga hukum di Indonesia.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat