kievskiy.org

Apa Hakim Konstitusi Boleh Berasal dari Partai Politik? Begini Penjelasannya

Ilustrasi - MAJELIS Hakim MK membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 27 Juni 2019.*/ANTARA
Ilustrasi - MAJELIS Hakim MK membacakan putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis 27 Juni 2019.*/ANTARA

PIKIRAN RAKYAT - Dilantiknya Arsul Sani sebagai Hakim Konstitusi menuai tanya dari publik, karena dia diketahui merupakan anggota partai politik (parpol) serta memiliki jabatan di DPR dan MPR. Banyak yang mempertanyakan, apakah Hakim Konstitusi boleh berasal dari partai politik?

Selain itu, Arsul Sani juga diusulkan oleh DPR untuk menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Wahiduddin Adams yang purna tugas karena memasuki usia pensiun Hakim Konstitusi, yakni 70 tahun, pada 17 Januari 2024.

Masalah mengenai pemilihan Hakim Konstitusi yang merupakan anggota Parpol maupun anggota dewan ini pernah dibahas oleh Peneliti Mahkamah Konstitusi (MK) Alboin Pasaribu, saat berkunjung ke MK pada Jumat 17 Desember 2021. Dia menyatakan bahwa seseorang yang sudah dilantik sebagai Hakim Konstitusi harus menanggalkan 'atribut' yang melekat pada dirinya.

"Salah satu syarat menjadi hakim konstitusi adalah bersikap adil dan negarawan. Ketika ia terpilih menjadi hakim, maka ia harus menanggalkan hubungan dengan lembaga pengusul. Ia harus objektif dan independen, sehingga tidak boleh terpaku pada lembaga yang mengusulkannya, termasuk organisasi apapun yang memberinya rekomendasi sebagai calon hakim konstitusi," katanya.

Syarat Menjadi Hakim Konstitusi

Persyaratan untuk menjadi hakim konstitusi diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 15 disebutkan bahwa Hakim konstitusi harus memenuhi syarat sebagai berikut:

  1. Memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela;
  2. Adil; dan
  3. Negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan.

Untuk dapat diangkat menjadi hakim konstitusi, selain harus memenuhi syarat tersebut, seorang calon hakim konstitusi harus memenuhi syarat:

  1. Warga negara Indonesia;
  2. Berljazah doktor (strata tiga) dengan dasar sarjana (strata satu) yang berlatar belakang pendidikan di bidang hukum;
  3. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
  4. Berusia paling rendah 55 (lima puluh lima) tahun;
  5. Mampu secara jasmani dan rohani dalam menjalankan tugas dan kewajiban;
  6. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
  7. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; dan
  8. Mempunyai pengalaman kerja di bidang hukum paling sedikit 15 (lima belas) tahun dan atau untuk calon hakim yang berasal dari lingkungan Mahkamah Agung, sedang menjabat sebagai hakim tinggi atau sebagai hakim agung.

Akan tetapi, dalam peraturan itu tidak disebutkan bahwa Hakim Konstitusi tidak boleh berasal dari partai politik atau menjabat sebagai anggota dewan. Meski begitu, syarat umum dapat diangkat menjadi hakim konstitusi atau hakim MK berdasarkan Pasal 24C ayat (5) UUD 1945 adalah:

"Hakim konstitusi harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil, negarawan yang menguasai konstitusi dan ketatanegaraan, serta tidak merangkap sebagai pejabat negara".***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat