kievskiy.org

Gerindra: Tidak Ada yang Salah jika Jokowi Berpihak ke Prabowo-Gibran di Pilpres 2024

Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto.
Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto. /Antara/Widodo S Jusuf

PIKIRAN RAKYAT - Waketum Partai Gerindra Habiburokhman menanggapi munculnya narasi yang seolah-oleh menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan perbuatan tercela karena terkesan mendukung Prabowo di Pilpres 2024. Dia menilai narasi tersebut adalah sesat, karena secara prinsip dan etik tidak ada yang salah dari keberpihakan Jokowi kepada salah satu calon presiden.

“Tidak ada satu ketentuan hukum pun yang dilanggar kalau Pak Jokowi mendukung salah satu calon dalam Pilpres. Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 39 Tahun 1999 mengatur bahwa setiap orang berhak untuk memilih dan mempunyai keyakinan politiknya,” kata Habiburokhman dalam keterangannya, Rabu, 24 Januari 2024.

Habiburokhman menuturkan narasi yang menganggap Jokowi melakukan tindakan tercela karena terkesan berpihak pada Prabowo dibangun di atas logika yang sesat. Selain itu, kata dia, narasi yang menyebut Jokowi bisa melakukan penyalahgunaan kekuasan untuk menguntungkan salah satu pasangan calon juga telah runtuh sejak awal oleh aturan di UUD 1945.

“Narasi sesat dibangun berdasarkan logika yang sesat, bahwa jika Presiden tidak boleh berpihak karena bisa menggunakan kekuasan untuk menguntungkan pihak yang didukung,” tutur Habiburokhman

“Logika tersebut runtuh sejak awal karena Pasal 7 konstitusi kitab bahkan mengatur seorang Presiden bisa maju kedua kalinya dan tetap menjabat sebagai Presiden incumbent,” ucapnya menambahkan.

Lebih lanjut Habiburokhman menggarisbawahi bahwa Jokowi boleh mendukung salah satu calon kontestan pilpres. Yang terpenting, Jokowi tidak menggunakan kekuasaan untuk kepentingan politik.

“Poinnya adalah Presiden boleh mendukung salah satu calon atau bahkan boleh maju kedua kalinya saat berstatus Presiden, yang penting jangan menggunakan kekuasaan untuk menguntungkan dirinya,” ujar Habiburokhman.

Dikatakan Habiburokhman, Indonesia memiliki aturan ketat untuk mencegah presiden menggunakan kekuasaan yang dapat menguntungkan diri sendiri atau calon tertentu.

“Ketentuan tersebut adalah Pasal 306 UU Nomor 7 tahun 2017 yang secara umum mengatur pemerintah tidak boleh membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon, serta Pasal 547 yang mengatur setiap pejabat negara yang membuat kebijakan yang merugikan atau menguntungkan salah satu pasangan calon diancam dengan pidana penjara paling lama 3 tahun,” tuturnya.

Untuk menegakkan aturan tersebut, lanjut Habiburokhman, ada lembaga yang berwenang seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kemudian, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) bekerja untuk mengawasi kinerja Bawaslu.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat