kievskiy.org

Jokowi Tak Punya Malu di Pilpres 2024, Bawaslu Berani Menindak atau Tidak?

Presiden Jokowi dan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto.
Presiden Jokowi dan capres nomor urut 2 Prabowo Subianto. /Biro Pers Setpres/Muchlis Jr

PIKIRAN RAKYAT - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) seharusnya melayangkan teguran kepada Presiden Jokowi dan para kandidat pemilihan presiden (Pilpres) 2024 yang telah melanggar aturan. Namun, pedang Bawaslu hingga saat ini tampak tumpul terhadap pelanggaran-pelanggaran pemilu.

“Saya melihat dari tingkat pusat ke tingkat daerah belum ada penegakan hukum yang dilakukan secara progresif dari Bawaslu untuk menindak pelanggaran pemilu yang dilakukan peserta pemilu maupun pejabat publik,” kata Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati, 24 Januari 2024.

Padahal, peran Bawaslu adalah memastikan Pemilu 2024 berjalan jujur dan adil. Namun, Neni tidak yakin Bawaslu akan menegur Presiden yang terang-terangan menyebutkan bahwa Presiden boleh berpihak dan kampanye di Pemilu 2024.

Presiden Jokowi seharusnya netral. Hal itu diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UU No.12 tahun 2008 tentang Pemilu, Pasal 7 ayat (1) Permendagri No. 54 Tahun 2015 tentang Pedoman Pencegahan Penyalahgunaan Wewenang dan Jabatan dalam Pemilu, dan Pedoman Etika Kampanye KPU No. 002/PIP-KPU/II/2015.

Semua aturan itu menegaskan agar pemerintah netral dalam pemilu, tidak mendukung, atau mempromosikan calon tertentu dalam kampanye.

Jokowi yang bilang, Jokowi yang langgar

Neni mengatakan, sebelum masa kampanye, Jokowi sering menitipkan pesan agar pejabat dan ASN netral. Namun, kini justru Jokowi yang melanggar apa yang diucapkannya itu.

“Saya sendiri sudah tidak bisa menjamin Presiden akan netral. Justru yang terlihat fakta yang terjadi, segala sumber daya kekuasaan, anggaran, dan program saat ini digunakan untuk memenangkan anaknya,” katanya.

Neni menyebutkan, abuse of power in election benar-benar terasa. Apalagi, Presiden punya kekuatan dan kekuasaan yang demikian besar. Ketidaknetralan yang terjadi ini akan memicu konflik bangsa serta menjadi ancaman serius bagi persatuan bangsa.

“Presiden sudah hilang urat malu dan tidak mengindahkan etika politik. Presiden saat ini bekerja untuk pekerjaan yang tidak diamanatkan konstitusi dalam memenangkan salah satu kandidat. Hal ini tentu akan berdampak pada legitimasi pemilu dan kualitas pemilu yang jujur dan adil,” ucapnya.

Bahkan, kata Neni, Jokowi tidak lagi berperan sebagai Presiden, tetapi telah menjelmakan dirinya sebagai bagian dari tim pemenangan paslon nomor urut 2. “Dengan simbol tangan acungkan dua jari itu sudah jelas keberpihakannya. Ketika sudah terjadi seperti ini, Bawaslu apakah berani menindak pejabat publik yang tidak netral?” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat