kievskiy.org

'Seruan Selamatkan Negara' dari Unpad: Indonesia Kembali Dibawa dalam Kegelapan dengan Cara yang Lebih Canggih

Ilustrasi Kampus Unpad.
Ilustrasi Kampus Unpad. /Dok. Pikiran rakyat

PIKIRAN RAKYAT - BEM Kema Universitas Padjadjaran (Unpad) melakukan aksi 'Seruan Selamatkan Negara' pada Sabtu 3 Februari 2024 pagi. Seruan tersebut mencerminkan keprihatinan terhadap isu-isu kritis, termasuk penurunan Indeks Persepsi Korupsi (IPK), pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan kurangnya partisipasi publik dalam proses penyusunan Omnibus Law.

Ketua BEM Kema Unpad, Fawwaz Ihza Mahenda menekankan bahwa situasi pemerintahan Indonesia saat ini menyeruapi era Soeharto atau zaman Orde Baru. Namun, dengan cara-cara yang lebih canggih.

"Kami menyadari, ada sebuah perbedaan antara orde baru dan pada saat ini. Orde baru menggunakan kekuasaan fisik, seperti penculikan terhadap rakyat Indonesia yang lantang menyuarakan (keadilan) dan juga pembubaran secara represif dari aparat," tuturnya saat ditemui usai aksi di Kampus Unpad, Sabtu 3 Februari 2024 pagi.

"Akan tetapi, Neo Orde Baru pada saat ini kembali ke dalam masa kegelapan menggunakan cara-cara yang lebih canggih. Kita mengenal yang namanya otak-atik legalism, yang mana para penguasa memanfaatkan Indonesia sebagai negara hukum dan membentuk suatu hukum yang baru untuk melanggengkan kekuasaannya," kata Fawwaz Ihza Mahenda menambahkan.

Menurutnya, dengan cara seperti itu, ada sebuah perbedaan paradigma yang dilakukan oleh para penguasa. Begitu pula dengan pendekatan yang dilakukan oleh para penguasa era Orde Baru dan Neo Orde Baru pada saat ini.

Media Sosial Jadi 'Senjata' Neo Orde Baru

Berbeda dengan era Orde Baru yang lebih berfokus kepada 'penyerangan' secara fisik dengan turun langsung ke jalan, era Neo Orde Baru pada masa pemerintahan Jokowi melakukan hal serupa melalui cara yang lebih canggih. Mereka memanfaatkan media sosial dan internet untuk melancarkan 'serangan'.

Apalagi, menurut data dari We Are Social, Indonesia menjadi salah satu negara dengan jumlah pengguna internet dan media sosial terbesar di dunia. Bahkan, menjadi salah satu negara yang menghabiskan banyak waktu di internet.

Sehingga, bisa dengan mudah diserang melalui dunia digital. Oleh karena itu, Fawwaz Ihza Mahenda menilai perlu adanya perlawanan yang sepadan dan dilakukan secara masif di media sosial.

"Kami melihat ini adalah sebuah potensi dan juga memiliki daya tarik tersendiri. Sehingga dalam konteks perjuangan Indonesia, maka kami juga harus beradaptasi dengan kondisi yang ada,' ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat