kievskiy.org

Parpol Kutu Loncat dan Pembentukan Koalisi Gendut Bikin Demokrasi Tidak Sehat

Ilustrasi capres di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Ilustrasi capres di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto. /Pikiran Rakyat/Fian Afandi

PIKIRAN RAKYAT - Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka memimpin dengan 57,44 persen dalam perolehan sementara dalam penghitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) per 17 Februari 2024 pukul 8.00 WIB, dari 63,73 persen data yang masuk. Sedangkan paslon 01 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar 24,7 persen dan paslon 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD 17,86 persen.

Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI) Adi Prayitno menilai, ada dua kemungkinan yang akan dilakukan kubu Prabowo-Gibran, yakni 'menyapu bersih' dengan merangkul semua rival atau menjalankan koalisi terbatas sesuai kebutuhan di parlemen.

"Dia cukup menambah kekuatan parlemen di kisaran angka (total) 55 persen atau menambah 10 persen. Itu artinya Prabowo hanya butuh satu atau dua partai politik untuk mengamankan kepentingan politik di parlemen," tutur Adi Prayitno menerangkan.

Dia menilai, ada sejumlah partai politik yang berpotensi tergoda ke kubu Prabowo-Gibran, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai NasDem. Alasannya sederhana, yakni partai-partai tersebut tak memiliki pengalaman menjadi oposisi.

"Saya tidak bisa membayangkan kalau PKB dan NasDem itu siap beroposisi. Atau PPP," kata dia menegaskan.

Risiko bagi kutu loncat

Ilustrasi capres di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.
Ilustrasi capres di Pilpres 2024, Ganjar Pranowo, Anies Baswedan, dan Prabowo Subianto.

Peneliti politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Aisah Putri Budiarti menilai, ada risiko bagi partai politik yang 'meninggalkan' paslon yang diusung dan bergabung ke kubu Prabowo-Gibran.

"Risiko bagi partai (itu) tentu dianggap sebagai kutu loncat dan partai yang meninggalkan prinsipnya, sehingga punya peluang besar ditinggalkan konstituennya," kata perempuan yang akrab disapa Puput itu.

Walakin, Puput tak memungkiri adanya sejarah di Pilpres 2019 saat Partai Gerindra bergabung ke pemerintahan Presiden Joko Widodo. Kala itu, partai tersebut memiliki suara 12,57 persen, membuat koalisi pemerintahan Jokowi—sapaan akrab Presiden Joko Widodo—gemuk, seiring diangkatnya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat