kievskiy.org

Persaingan Bisnis dengan Membonceng Isu Bela Palestina

Satrio Arismunandar adalah wartawan senior dan pendiri AJI (Aliansi Jurnalis Independen). Pernah meliput di Tepi Barat dan Gaza, Palestina.
Satrio Arismunandar adalah wartawan senior dan pendiri AJI (Aliansi Jurnalis Independen). Pernah meliput di Tepi Barat dan Gaza, Palestina. /dok. Agus Ramanda


PIKIRAN RAKYAT - Tragedi kemanusiaan di Gaza, di mana lebih dari 37.300 warga sipil Palestina telah tewas akibat serangan Israel, menimbulkan kecaman di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Berbagai aksi dilakukan untuk membela Palestina, mulai dari unjuk rasa, pengiriman bantuan ke Gaza, hingga seruan boikot terhadap produk pendukung Israel.

Mendukung rakyat Palestina atas dasar kemanusiaan, tentu sangat positif. Apalagi kebijakan luar negeri pemerintah Indonesia sejak zaman Bung Karno hingga era Presiden Jokowi adalah mendukung kemerdekaan Palestina. Tetapi sayangnya, tidak semua dukungan itu murni untuk Palestina.

Ada sejumlah pihak yang terindikasi membonceng isu bela Palestina untuk tujuan dan kepentingannya sendiri. Secara lebih spesifik, pemboncengan isu itu terkait dengan kepentingan ekonomi, perang dagang terselubung, untuk menyingkirkan bisnis atau produk pesaing secara tidak fair.

Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan mendorong aksi boikot terhadap produk atau brand tertentu, yang dituding sebagai produk Israel, terafiliasi dengan Israel, atau pemiliknya dianggap pendukung Israel.

MUI Tidak Mendukung

Ada gerakan masyarakat dunia bernama BDS (Boycott, Divestment and Sanctions) yang bertujuan memboikot brand atau produk ekonomi dan budaya yang mendukung Israel. Gerakan BDS Indonesia pun membuat daftar brand pro-Israel.

Namun, aksi boikot ini problematik. Itulah sebabnya Pemerintah RI, ormas Islam utama, ataupun Majelis Ulama Indonesia (MUI) sejauh ini tak pernah secara tegas mendorong aksi boikot kepada produk atau brand spesifik.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Miftahul Huda pada 15 November 2023 membantah daftar boikot yang beredar di media sosial dengan menyatakan, MUI tak pernah merilis daftar produk Israel dan afiliasinya karena tak berwenang dan tak kompeten untuk itu. “Dan yang kita haramkan bukan produknya, tetapi aktivitas dukungannya,” ujarnya (liputan6.com).

Sikap MUI ini karena menyadari, selain ada manfaatnya, aksi boikot juga bisa berdampak negatif terhadap ekonomi dan kesejahteraan warga Indonesia sendiri.

Pertama, aksi boikot yang bisa berujung pada penutupan usaha dan PHK, akan merugikan ekonomi dan rakyat Indonesia sendiri. Dalam kondisi ekonomi nasional yang sedang tertekan akibat situasi global, banyak rakyat kita justru sedang sulit mencari kerja untuk nafkah hidup dan keluarganya. Boikot bisa berdampak menambah angka pengangguran.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat