kievskiy.org

Polemik Dokter Asing, Pemerintah Diminta Kuatkan Pemetaan Sebelum Terapkan Kebijakan

Ilustrasi dokter gadungan.
Ilustrasi dokter gadungan. /Freepik/pressfoto

PIKIRAN RAKYAT - Silang pendapat soal program mendatangkan dokter asing untuk mengatasi kekurangan dokter di Indonesia, kembali ramai diperbincangkan belakangan ini, terutama usai pencopotan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Budi Santoso (yang kini sudah berakhir damai). Sebelum mengimplementasikannya, pemerintah diminta untuk membuat pemetaan dan regulasi domestik yang tepat dan adekuat.

Ketua Klaster Kedokteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional Dr. Iqbal Mochtar mengatakan, pengadaan dokter asing di dunia sebenarnya bukan merupakan hal baru. Keberadaan dokter asing untuk alih pengetahuan atau alih teknologi merupakan hal yang lumrah.

Berbagai negara telah menjalankan program tersebut seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan lain-lain. Ada pula negara yang menolak menggunakan dokter asing untuk berpraktik seperti Jepang, Korea Selatan, China, dan India.

Sedangkan di Indonesia, Iqbal berpendapat bahwa masih banyak kendala yang harus diklarifikasi dan dicarikan jalan keluarnya terlebih dahulu, sebelum mengimplementasikan kebijakan pengadaan dokter asing tersebut. Salah satunya, mengenai landasan dan tujuan yang belum jelas.

“Selama ini dikatakan bahwa jumlah dokter di Indonesia kurang, jika dibandingkan dengan rasio jumlah penduduk. Tapi, sebenarnya apa kriteria kekurangan dokter itu? Di daerah mana saja yang membutuhkan? Dokter apa yang dibutuhkan? Berapa banyak? Jika dokter spesialis, spesialisasi apa yang dibutuhkan? Sebelum menjalankan program, mapping yang adekuat perlu dilakukan,” kata Iqbal, dalam Media Briefing Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang berlangsung secara virtual dengan tema “Bagaimana Semestinya Regulasi Dokter Asing Berpraktik di Indonesia?”, Selasa, 9 Juli 2024.

Secara substansi disebutkan bahwa pengadaan dokter asing dibutuhkan untuk mengatasi kekurangan dokter di Indonesia. Jika demikian, lanjut Iqbal, maka ribuan dokter asing diperlukan.

“Ketika sudah didatangkan, siapa yang akan menggaji? Apakah siap menggaji besar? Kalau dijumlahkan, apakah tidak berefek pada biaya pengobatan?” kata Iqbal.

Seperti diketahui, dokter yang bekerja di luar negeri atau ekspatriat dalam bidang lain, biasanya mendapatkan gaji yang lebih besar daripada di negara asalnya. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, dokter kardiologi mendapatkan take home pay Rp400-600 juta per bulan di luar tunjangan lain.

Dengan demikian, yang dikhawatirkan yakni dokter asing yang datang ke Indonesia adalah dokter yang tidak berkualifikasi tinggi. “Lalu persoalan akan ditempatkan di mana, apakah bisa berbahasa Indonesia dan lulus ujian kompetensi oleh kolegium?” ujarnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat