kievskiy.org

'Samudra' dan 'Estungkara', Mobil Hemat Energi

MOBIL
MOBIL

SOLO, (PRLM).- Inovasi teknologi otomotif hemat energi hasil riset para ilmuwan perguruan tinggi, masih perlu proses panjang dalam jangka lama untuk dapat diproduksi di industri otomotif. Tingkat kelayakan teknologi otomotif yang dihasilkan dalam penelitian dan pengembangan tersebut, baru berada pada peringkat 6 - 7 atau jauh di bawah peringkat yang di butuhkan 9 - 10. Asisten Deputi Komunikasi Jaringan Pusat-Daerah, Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), Momon Sudiatmo, mengungkapkan hal itu kepada "PRLM", di sela peluncuran mobil hemat energi "Samudra" generasi ketiga dan mobil listrik "Estungkara" generasi kedua, di halaman Kantor Pusat Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Jumat (10/10/2014). "Seandainya teknologi yang dihasilkan perguruan tinggi akan diadopsi dunia industri, setidaknya butuh waktu antara 10 sampai 15 tahun. Di Jepang, perusahaan otomotif raksasa seperti Toyota yang memiliki tradisi riset dan pengembangan sangat maju, butuh lima tahun untuk mengaplikasikan hasil risetnya dalam produksi. Itupun perlu penunjang infrastruktur dan keberpihakan pemerintah yang sangat besar," ujarnya. Dalam upaya mengembangkan industri otomotif nasional dengan inovasi teknologi karya sendiri, menurut Momon, harus ada keberanian memulainya kendati hasilnya tidak maksimal. Dia menyebut contoh India yang tidak hanya mengembangkan industri otomotif, tetapi juga teknologi kedirgantaraan, meskipun banyak rakyat yang masih hidup miskin tetapi memiliki keberanian memulai dan mengerjakannya. "Di India, teknologi kedirgantaraannya sudah maju. Bahkan, Indonesia pernah menggunakan jasa kedirgantaraan India untuk membawa satelit komunikasi ke orbit. Bagi Indonesia, apakah berani mengembangkan mobil Esemka yang diwacanakan untuk mobil menteri dengan menggunakan inovasi teknologi perguruan tinggi. Pada masa awal mungkin mobil mogok-mogok, tapi para ahli di perguruan tinggi harus mengatasi dan menyempurnakan," tandasnya. Mobil hemat energi hasil rekayasa para mahasiswa dan dosen perguruan tinggi Indonesia sendiri, selama ini beru sebatas digunakan di ajang lomba tingkat nasional maupun internasional. Itupun, tolok ukur kemampuan teknis baru diukur dari tingkat keiritan penggunaan bahan bakar. Kata Momon, dalam lomba tidak diuji kemampuan manuver mobil, seperti maju dan mundur, akselerasi saat berbelok dan sebagainya. "Kemampuan itu seharusnya dimasukkan dalam kategori penilaian lomba. Itu akan dapat mendorong daya inovasi para mahasiswa dan dosen pembimbingnya," jelasnya. Kedua mobil hasil riset mahasiswa jurusan teknik mesin Fakultas Teknik (FT) UNS tersebut, menurut dosen pendamping Dr. Danardono, pada generasi pertama dan kedua telah memenangkan berbagai lomba. Mobil "Samudra" karya Tim Bengawan 1 yang semula berbahan bakar urban gasoline, menyabet juara II di Shell Eco Marathon Asia di Filipina tahun 2014. Pada generasi ketiga yang akan dilombakan di ajang Energy Marathon Challence 2014 di Surabaya, mesin mobil diganti dengan mesin disel Yanmar dengan bahan bakar urben diesel. Mobil berkapasitas 283 cc dengan berat 130 kilogram dan transmisi otomatis itu, mengalami penyempurnaan pada body yang terbuat dari fiber dan karbon sehingga lebih ringan (Tok Suwarto/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat