SOLO, (PR).- Rektor Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Prof. Dr. Ravik Karsidi, mengisyaratkan akan melakukan redefinisi terhadap keberadaan pusat studi di Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM). Program tersebut untuk meningkatkan kinerja pusat-pusat studi, sehingga dalam melakukan kajian dan riset dapat mencapai standar yang lebih tinggi. "Redefinisi pusat studi tersebut arahnya pada visi misi UNS yang berkelas dunia. Para peneliti di pusat studi didorong untuk menghasilkan penelitian dengan standar internasional, sehingga saat UNS berstatus PTNBH hasil penelitian tersebut dapat dihilirisasi ke dunia industri," katanya kepada wartawan, seusai halal bi halal di LPPM UNS, Rabu 20 Juli 2016. Sementara itu, Kepala LPPM Prof. Sulistyo Saputro, PhD, mengungkapkan, dalam redefinisi pusat studi jika didapati ada pusat studi yang kinerjanya buruk kan ditutup. Dia menyebutkan, belum lama ini dia sudah menutup tiga pusat studi, yakni Pusat Studi Keluarga, Pusat Studi Perpajakan dan Pusat Studi Bangsa Melayu. "Penutupan tiga pusat studi tersebut karena aktivitas tidak sesuai dengan visi misi awal berdirinya. Jika ada pusat studi lain yang kinerjanya buruk juga akan dipertimbangkan ditutup, sebab di masa mendatang tuntutan terhadap hasil penelitian di perguruan tinggi akan lebih tinggi," jelasnya. Dalam kaitan itu, Prof. Sulistyo minta agar 23 pusat studi yang sekarang masih aktif harus melakukan kajian dan riset berstandar internasional. Setelah dilakukan redefinisi pusat studi, tim khusus yang dibentuk LPPM akan mengevaluasi setiap dua bulan sekali, kemudian dilakukan redefinisi dan reorientasi. Hasil dari redefinisi dan reorientasi tersebut, sudah muncul gagasan untuk menjadikan LPPM sebagai pusat studi dan pusat layanan. Ke-23 pusat studi di LPPM kelak akan dibagi dua, yakni pada ranah pusat studi dan ranah pusat layanan. "Dari kedua ranah tersebut diharapkan bermuara pada komersialisasi produk hasil riset. Sampai Juli 2016 ini, pusat-pusat studi sudah menghasilkan beberapa hasil riset yang bisa dikomersialisasi, di antaranya baterei lithium, yogurt, panel peredam bising, ekstrat pewarna alami dan sepeda listrik," ujarnya. Menyinggung kelemahan pengelolaan di 23 pusat studi, Kepala LPPM itu menyebutkan, ada 10 persen yang perlu diwaspadai aktivitas para penelitinya. Kelanjutan nasib pusat studi tersebut tergantung hasil evaluasi setiap dua tahun mendaatang. Apabila tidak dapat dipertahankan sebagai pusat studinya, dia mempertimbangkan instrumennya akan direvisi dan selanjutnya akan dijadikan pusat layanan.***