kievskiy.org

Indonesia Belum Punya Mitigasi Perilaku

EXECUTIVE Director SDGa Center Unpad Dr Arief Anshori menyerahkana cinderamata kepada salah satu pembicara dalam seminar
EXECUTIVE Director SDGa Center Unpad Dr Arief Anshori menyerahkana cinderamata kepada salah satu pembicara dalam seminar

BANDUNG, (PR),- Indonesia belum mempunyai mitigasi perilaku untuk mengurangi perubahan iklim yang sedang terjadi. Padahal, salah satu penyebab terjadinya perubahan iklim adalah perilaku manusia. Perilaku manusia berpengaruh besar terhadap terjadinya perubahan iklim. Hal itu dapat dilihat dari kebiasaan warga merambah hutan untuk memenuhi kebutuhan pokok yang mengakibatkan kondisi hutan di hulu hancur. Demikian juga dengan pembakaran hutan, seakan-akan sudah menjadi kebiasaan yang dilegalkan demi pembukaan lahan baru. Direktur SDGs Center Unpad Armida Alisjahbana menyampaikan hal itu saat membuka seminar "Climate Change and Behavioral Economics: Nudging Resiliency toward Climate Change", di Auditorium Fakultas Hukum Unpad, Bandung, Kamis, 17 November 2016. Kebiasaan manusia seperti itu, kata Armida, harus diubah. Harus dicari solusinya agar hutan di hulu tetap terjaga tapi warga dapat tetap memenuhi kebutuhan pokoknya. Solusi itu adalah mitigasi yang berkaitan dengan pembiasaan perilaku. Mitigasi tersebut akan berkaitan dengan faktor psikologi, budaya, dan kearifan lokal. Armida mencontohkan tentang pembukaan lahan baru tidak harus dengan mebabat hutan. Transportasi tidak menggunakan BBM dengan banyak CO2 tetapi memperbanyak sumber energi bersih dan tidak bergantung pada gas tetapi pada geotermal. "Cara-cara itu harus dicari. Sebab perubahan perilaku dapat mempengari pada peruban iklim," ujarnya. Armida menambahkan, pemeritah sudah mengatasi perubahan iklim dengan mengeluarkan beberapa regulasi, antara lain Rencana Aksi Nasional Pengurangan Emisi Rumah Kaca, moratorium pembalakan hutan, dan konservasi hutan primer. Namun semua kebijakan tersebut kembali pada penegakan hukum. “Nah sedangkan kita di SDGs menggabungkan berbagai disiplin ilmu yang tujuannya untuk menumbuhkan kesadaran untuk mengubah perilaku. Bukan sekadar mengajak pada kebiasaan,” ujarnya. Seminar ini menghadirkan empat pembicara dari negara-negara Asia Tenggara, Dr. Pam Khan Nam (Direktur Ekonomi dan Lingkungan Kemitraan untuk Asia Tenggara), Dr. Rawadee Jarungrattannapong (EEI-Lower Mekong Subregion), Mr. Phung Thanh Binh (School of Economics, University of Economics), dan Dr. Beria Leimona (EEI-Indonesia). Dr. Nam memperkenalkan peran ekonomi perilaku dalam isu-isu perubahan iklim seperti bagaimana risiko, preferensi waktu, kerjasama, kepercayaan, kontrol diri, norma-norma sosial dan faktor psikologis lainnya mempengaruhi bagaimana rumah tangga membuat keputusan dalam merespon dampak perubahan iklim. Dengan kasus erosi pantai di Thailand, Dr. Rawadee menyajikan tentang kasus di mana altruisme, kepercayaan, dan kerjasama adalah faktor sosial penting yang harus diperhitungkan oleh para ekonom dan pembuat kebijakan. Menggunakan serangkaian game eksperimental, penelitian titik-titik kompleksitas perilaku koperasi di lapangan. Mr Phung Thanh Binh dari Vietnam mempresentasikan tentang tindakan protektif terhadap banjir yang dipengaruhi oleh interaksi sosial dan program pelatihan banjir berisiko, memberikan lebih banyak ruang untuk intervensi kebijakan. Sementara itu, Dr. Beria Leimona mengatasi masalah kompleks dengan memberikan insentif yang tepat bagi petani-petani yang memberikan kontribusi terhadap kegiatan penyediaan mitigasi perubahan iklim dan layanan ekosistem seperti penyerapan karbon. Seminar menyimpulkan perlunya penelitian bersama yang lebih multi-disiplin terutama yang menghubungkan wawasan dari psikologi dalam analisis ekonomi.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat