JAKARTA, (PR).- Pemanfaatan Data Pokok Pendidikan (Dapodik) yang belum optimal menjadi salah satu penyebab munculnya sebaran guru yang tidak merata. Dapodik belum dipakai sebagai rujukan dalam kebijakan penempatan dan pengangkatan guru.
Dengan demikian, guru menumpuk di daerah besar dan maju sedangkan di daerah tertual, terdepan dan tertinggal kerap kekurangan.
Pemerhati Pendidikan Indra Charismiadji menilai, kebutuhan guru di daerah seharusnya bisa dihitung melalui Dapodik. Menurut dia, selama ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum mengoptimalkan fungsi Dapodik.
"Misalnya, jika suatu daerah berdasarkan Dapodik kebutuhan gurunya hanya 1.000, namun jika guru yang ada 1.500 orang, maka distribusi di daerah tersebut patut dipertanyakan," ucap Indra di Perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Rabu, 30 Mei 2018.
Ia menyatakan, selain meredistribusi guru, Dapodik juga dapat digunakan untuk menekan politisasi guru pada saat pemilihan kepala daerah (pilkada). Indra menyebut rasio guru dan murid sudah cukup bagus, yaknk 1:16.
Dengan demikian, ketimpangan distribusi dan penghasilan guru seharusnya sudah bisa diselesaikan merata di seluruh Indonesia. "Guru menumpuk di perkotaan dibandingkan di daerah," kata Indra.
Butuh pendekatan lain
Ketua Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Usman Tonda mengatakan, secara rasio, guru dan murid memang sudah ideal. Namun, untuk mendistribusikan dan mengukur kebutuhan jumlah guru perlu pendekatan lain.
Pasalnya, ucap dia, sekolah di pinggiran Indonesia sangat banyak dan perlu perlakuan berbeda. "Buka hanya mengenai rasio tetapi juga pendekatan lainnya," ujar Usman.
Ia mengatakan, data yang ada di Dapodik merupakan data yang akurat. Menurut dia, data yang ada tersebut dapat dimanfaatkan untuk mendistribusikan bantuan sarana pendidikan, pemberian tunjangan, dan lain sebagainya. "Tapi memang belum dioptimalkan untuk mengambil sebuah kebijakan," katanya.