kievskiy.org

Menulis Mendorong Guru Berpikir Kritis

KEPALA SMAN 3 Kota Bandung Yeni Gantini (kanan) berbicara pada Workshop Menulis Artikel Populer di Media bagi Guru SMA Se-Kota Bandung di Aula SMAN 3 Bandung, Kamis (15/11/2018). Ia didampingi narasumber Wapemred HU
KEPALA SMAN 3 Kota Bandung Yeni Gantini (kanan) berbicara pada Workshop Menulis Artikel Populer di Media bagi Guru SMA Se-Kota Bandung di Aula SMAN 3 Bandung, Kamis (15/11/2018). Ia didampingi narasumber Wapemred HU

BANDUNG, (PR).- Kalangan guru atau pendidik diharapkan tak henti belajar. Mereka harus selalu mengikuti berbagai peristiwa yang terjadi terutama yang memiliki keberkaitan dengan dunia pendidikan, sehingga juga mampu menawarkan solusi implementatif bagi kemajuan pendidikan nasional. “Menulis di media massa dapat menjadi sarana kontribusi guru dalam menawarkan solusi peningkatan dunia keprofesian yang digelutinya. Di sisi lain, menulis juga dapat mendorong seseorang untuk mengembangkan pola berpikir kritis (critical thinking),” demikian disampaikan Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Kota Bandung Yeni Gantini saat membuka Workshop Penulisan Artikel Ilmiah Populer bagi Guru SMA Se-Kota Bandung di Aula SMAN 3 Jalan Belitung Kota Bandung, Kamis (15/11/2018). Hadir sebagai narasumber Wakil Pemimpin Redaksi HU Pikiran Rakyat Erwin Kustiman. Kegiatan dalam rangka peringatan Bulan Bahasa dan Sumpah Pemudi itu diikuti oleh sekitar 40 guru SMA negeri dan swasta di Kota Bandung. Yeni Gantini mengatakan, guru harus memberikan teladan literasi di sekolah agar bisa menjadi inspirasi bagi siswa. Hal ini akan efektif jika dilakukan, sebab para siswa akan menjadikan guru sebagai role model yang baik dalam dirinya. “Termasuk ihwal kemampuan menulis ini. Jika guru mau dan mampu berkontribusi pada pemahaman masyarakat terkait isu-isu aktual, maka akan lebih mudah mengarahkan siswa untuk juga melakukan hal serupa,” katanya. Erwin Kustiman mengatakan rendahnya tradisi membaca, dan kebiasaan berpikir dangkal selalu menyulitkan bagi siapa pun untuk menulis. “Membaca tidak berarti melulu membaca buku. Namun, juga membaca pengalaman, membaca fenomena yang terjadi dalam kehidupan. Semakin sering keterampilan membaca diasah, semakin banyak bahan yang dapat ditulis. Seseorang yang menulis masalah empirik yang dialami memiliki bobot autentisitas yang tinggi,” ujarnya. Ibarat menyetir mobil atau belajar berenang, menulis bisa jadi sesuatu yang pada awalnya dirasakan sulit. “Namun, bila sudah biasa dikerjakan akan menjadi mudah. Menulis menjadi pekerjaan yang sangat mudah dan mengasyikkan bagi yang sudah membiasakannya. Jadi, kuncinya adalah kemauan dan motivasi serta memiliki referensi dan pengalaman atas masalah yang ditulis,” ujarnya. Ia menambahkan, sumber ide penulisan bisa berasal dari apa saja, pengalaman keseharian, hasil riset, berita di media massa, serta buku yang telah dibaca. Yang terpenting adalah kemampuan merangkai ide dengan susunan kalimat yang tertib dan efektif. “Tulisan di media massa mempersyaratkan kesederhanaan penyampaian tanpa harus kehilangan bobot akademik dan kualitatifnya. Dengan menulis guru dapat menjadi bagian dari intelektual publik yang berkontribusi bagi kehidupan yang lebih baik,” katanya. (Sarnapi)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat