kievskiy.org

150 Jurnal Ilmiah dari Periset Indonesia Ditarget Terindeks Scopus

DIREKTUR Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati (kanan) dan Vice President Clarivate Analytics Jeroen Prinsen menandatangani nota kerja sama pengembangan jurnal ilmiah internasional dalam acara International Work Shop Journal Editor di Denpasar, Bali, Selasa, 26 Maret 2019.*/DHITA SEFTIAWAN/PR
DIREKTUR Jenderal Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati (kanan) dan Vice President Clarivate Analytics Jeroen Prinsen menandatangani nota kerja sama pengembangan jurnal ilmiah internasional dalam acara International Work Shop Journal Editor di Denpasar, Bali, Selasa, 26 Maret 2019.*/DHITA SEFTIAWAN/PR

DENPASAR, (PR).- Tahun ini Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menargetkan 150 jurnal nasional terindeks jurnal bereputasi internasional seperti Scopus dan Web of Science. Target tersebut sebagai salah satu upaya untuk membawa Indonesia sebagai bagian dari negara maju di bidang ilmu pengetahuan dan riset. Hingga akhir 2018, Indonesia baru memiliki 49 jurnal terindeks Scopus. 

Direktur Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti Muhammad Dimyati menuturkan, negara dengan kultur riset yang kuat dan berkualitas biasanya memiliki paling sedikit 300 jurnal terindeks jurnal internasional. Menurut dia, kualitas dan kuantitas jurnal ilmiah di sebuah negara sangat berkorelasi dengan kualitas sumber daya manusia di perguruan tinggi.

“Publikasi di jurnal ilmiah internasional saat ini menjadi sangat penting setelah adanya persyaratan kenaikan setiap jenjang jabatan dan mempertahankan tunjangan jabatan untuk fungsional dosen khususnya jabatan guru besar dan lektor kepala serta kelulusan mahasiswa doktoral," kata Dimyati dalam acara International Workshop For Journal Editors dan Penandatanganan Perjanjian Kerjasama antara Ditjen Penguatan Risbang dengan Clarivate Analytics di Grand Mega Resort, Denpasar, Bali, Selasa, 26 Maret 2019.

Ia menegaskan, dengan banyaknya jurnal Indonesia yang bereputasi internasional, biaya publikasi di jurnal internasional dapat ditekan sehingga “capital flight” dari biaya publikasi yang tadinya ke luar negeri dapat dilakukan di dalam negeri. Selain itu, jurnal dari Indonesia juga dapat dikenal di dunia serta berkolaborasi dengan penulis, editor dan reviewer dari luar negeri.

Internasional Workshop for Journal Editor diselenggarakan dengan mengundang 150 jurnal terbaik di Indonesia yang memiliki potensi untuk menjadi jurnal bereputasi internasional. Diskusi tersebut turut dihadiri Alexander Van Servellen dari Scopus dan Kun Yun dari Web of Science. 

Ia menuturkan, Kemenristekdikti dan Clarivate Analytics juga menandatangani nota kesepahaman terkait integrasi data Web of Science dan Sinta serta pendampingan internasionalisasi jurnal ilmiah di Indonesia. “Kerja sama dengan Clarivate Analytics sangat penting di samping adanya kepentingan integrasi data, pendampingan terhadap jurnal ilmiah di Indonesia juga mutlak harus dilakukan," ujarnya.

Editor in chief Jurnal Kimia, Sains dan Aplikasi Universitas Diponegoro Adi Darmawan mengatakan, jurnal yang sudah dia kelola selama 15 tahun itu saat ini masuk ke Sinta 2 Kemenristekdikti. Artinya, perlu naik dua level untuk masuk jurnal yang terindeks Scopus. Menurut dia, kendala terbesar masuk ke Scopus adalah kolaborasi riset dengan peneliti dan reviewer dari luar negeri.

"Mudah-mudahan maksimal 2 tahun lagi bisa masuk Scopus. Saat ini jurnal kimia yang saya kelola melahirkan minimal 40 publikasi setiap tahun. Itu sebagian besar dari peneliti dalam negeri. Hanya ada 1 publikasi yang berasal dari peneliti Filipina. Ke depan, kami sudah membangun kerja sama dengan 3 peneliti dari luar negeri untuk mau jadi reviewer. Tentunya dengan dorongan dan dukungan dari Kemenristekdikti," ujar Adi.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat