BANDUNG, (PR).- Pemerintah daerah harus ikut melaksanakan tata kelola pemajuan kebudayaan Indonesia. Tata kelola ini diperlukan agar pembangunan kebudayaan mempunyai arah dan fokus yang jelas.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Hilmar Farid mengatakan, melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan bermaksud membuat tata kelola yang lebih sistematis. Apalagi Indonesia kaya akan budaya daerah yang belum seluruhnya terinventaris dengan baik.
"Dengan regulasi ini membuat budaya bisa solid dan bisa dikelola," kata Hilmar saat menjadi pembicara di Seminar Nasional Pemajuan Kebudayaan di Tengah Peradaban Peradaban Dunia di Hotel Grand Pasundan, Bandung, Kamis, 15 Agustus 2019.
Ia menjelaskan, skema tata kelola kebudayaan itu terdiri dari perlindungan, pengembangan, pemanfaatan , dan pembinaan budaya. Perlindungan yang dilakukan berupa pencatatan, tidak hanya produk budaya suatu daerah, tetapi juga pelaku atau komunitas yang ada di suatu daerah.
"Untuk pertama kalinya kita melakukan penataan dari nol," ujar Hilmar.
Sampai saat ini sudah ada 350 kabupaten/kota yang melaporkan budayanya. Warisan tak benda yang sudah tercatat antara lain 10.533 cagar budaya, 4.521 tradisi lisan, 7.444 pengatahuan tradisional, 3.800 permainan rakyat, dan 8.224 jenis kesenian.
Saat ini telah tercatat 21.406 lembaga kebudayaan. Selain itu, terdapat 6.936 sarana dan prasarana kebudayaan milik pemerintah dan 12.177 milik swasta.
"Kalau sudah dicatat, maka dilihat mana yang bisa dikembangkan secara nasional. Selanjutnya agar bisa dimanfaatkan, baik sebagai identitas, ketahanan budaya, kesejahteraan ekonomi, dan menguatkan posisi di internasional," tutur Hilmar.
Strategi lain yang ditempuh pemerintah untuk pemajuan kebudayaan ini dilakukan melalui Indeks Pembangunan Kebudayaan (IPK) yang diluncurkan pada 2019. IPK disun berdasar delapan dimensi untuk mengukur kemajuan pembangunan kebudayaan di Indonesia. Delapan dimensi itu antara lain ekonomi budaya, pendidikan, ketahanan sosial budaya, warisan budaya, kebebasan ekspresi, literasi, gender, dan tata kelola. IPK diharapkan bisa digunakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020.