BANDUNG, (PR).- Pemerintah tengah mengkaji rencana pembuatan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Kalimantan Tengah. Pemerintah mengklaim telah mengantongi dukungan politis dari beberapa lembaga.
Staf Ahli Menteri Bidang Relevansi dan Produktivitas Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Agus Puji Prasetyono mengatakan, pembangunan PLTN dirasa sebagai keharusan di tengah energi fosil yang kian menipis. Sementara energi baru terbarukan belum bisa diharapkan karena masih berbiaya tinggi. Sehingga perlu didorong penggunaan energi yang stabil, handal, dan murah.
Ia mengatakan, pemerintah merencanakan pembangunan PLTN di Kalimantan Barat. Lokasi itu dianggap tepat karena minim gempa dan memiliki bahan baku uranium dan tolium dalam jumlah yang besar. Secara geografis, Kalimantan Barat juga cocok jika energi yang dihasilkan akan digunakan untuk kepentingan industri.
"Sudah sampai pada dukungan politis berbagai pihak, DPD, DPR RI, lembaga keagamaan PB NU dan Muhammadiyah. Mereka mendukung energi dari tenaga nuklir karena semua berfikir, realitanya energi kita turun. Jadi tidak bisa mengandalkan fosil," kata Agus pada konferensi pers Seminar Keselamatan Nuklir 2019 di Bale Rumawat, Universitas Padjadjran, Jalan Dipatiukur Bandung, Senin, 26 Agustus 2019.
Rencana pembangunan PLTN sebelumnya di Muria dan Bangka Belitung mendapat penolakan dari masyarakat sehingga rencana ini ditangguhkan. Oleh karenanya pembangunan PLTN perlu strategi khusus, termasuk mendapat dukungan politis.
Selain itu, pemerintah juga telah membentuk Kelompok Kerja Penyiapan PLTN dan Komersialisasinya. "Kelompok itu yang sekarang bekerja mempersiapkan dukungan, regulasi, dan teknis, termasuk pemanggilan vendor dan investor dunia. Alhamdulillah mereka tertarik," tuturnya.
Selain membentuk panitia pusat, juga dibentuk panitia daerah yang juga melibatkan perguruan tinggi. Ia berharap, cara ini bisa memuluskan rencana pembangunan ini. "Memang pasti diprotes, sekarang sudah protes juga. Tapi kami serahkan ke daerah, karena daerah yang memerlukannya. Energi saat ini menuju ke ketidakcukupan. Minyak turun drastis, gas juga sudah impor," ujarnya.***