kievskiy.org

Dana Habis Ratusan Miliar, Buta Aksara Tetap Banyak

ILUSTRASI pemberantasan buta aksara.*/ANTARA
ILUSTRASI pemberantasan buta aksara.*/ANTARA

JAKARTA, (PR).- Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menilai Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) tidak memiliki perencanaan terukur sehingga program yang dijalankan tidak efektif untuk memberantas buta aksara dan meningkatkan minat baca siswa. Hal tersebut tercermin dari hasil survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik yang merilis penduduk buta aksara hanya berkurang 110.000 orang per tahun.

Menurut dia, penurunan tersebut tidak signifikan bahkan cenderung stagnan. Pasalnya, Kemendikbud menggelontorkan ratusan miliar rupiah per tahun untuk membiayai beragam program literasi dan pemberantasan buta aksara. Ia menegaskan, tingkat literasi penduduk Indonesia juga masih rendah. 

Berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) rilisan Organisation for Economic Co-Operation and Develompent (OECD), tingkat literasi Indonesia menempati ranking ke-62 dari 70 negara. Namun, berdasarkan hasil survei World Culture Index Score 2018, kegemaran membaca masyarakat Indonesia meningkat signifikan. Indonesia menempati urutan ke-17 dari 30 negara.

“Buta aksara yang berkurang itu mungkin penderita buta aksara yang tahun ini meninggal. Karena sebagian besar dari penderita buta aksara berusia di atas 50 tahun. Soal kegemaran membaca, itu surveinya dilakukan di perpustakaan. Jadi tidak mewakili tingkat literasi secara umum,” kata Indra dalam diskusi jelang peringatan Hari Aksara Internasional ke-54 di FX Sudirman, Jakarta, Selasa 3 September 2019.

Ia menuturkan, buta aksara dan rendahnya tingkat literasi nasional mengancam masa depan Indonesia. Pasalnya, literasi menjadi modal utama bagi generasi bangsa yang harus unggul dalam persaingan global. Dengan demikian, upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia harus diawali dengan perbaikan minat baca di sekolah dasar.

“Tetapi kan kalau anggaran yang besar digelontorkan ke pendidikan dasar, manfaatnya baru akan terlihat 10-15 tahun ke depan. Bagi politisi dan pemerintah, itu tidak menarik, mereka maunya yang instan. Hasilnya bisa terlihat cepat. Makanya, dalam 5 tahun terakhir, justru pendidikan tinggi yang fokus dibenahi. Itu salah kaprah,” ujar Indra.

Program prioritas

Sebelumnya, Kemendikbud merilis, jumlah penduduk buta aksara turun dari 3,4 juta menjadi 3,29 juta orang. Secara nasional, total penduduk buta aksara hingga tahun ini sekitar 1,93% dari total populasi penduduk. 

Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Harris Iskandar mengatakan, penuntasan buta aksara menjadi program prioritas. Pada awal kemerdekaan 1945 jumlah penduduk buta aksara mencapai 97%. “Sekarang kurang dari 2%,” kata Harris. dalam jumpa pers Persiapan Peringatan Hari Aksara Internasional ke-54, di Kantor Kemendikbud.

Ia menegaskan, di seluruh dunia, tidak ada negara yang penduduknya 100% melek aksara. Bahkan, negara besar seperti Amerika Serikat pun masih memiliki penduduk yang buta aksara. Ia menyatakan, Kemendikbud melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster. Yaitu memusatkan program di daerah-daerah padat buta aksara seperti Papua (22.88%), Sulawesi Selatan (4,63%), Sulawesi Barat (4,64%), Nusa Tenggara Barat (7,51%), Nusa Tenggara Timur (5,24%), dan Kalimantan Barat (4,21%).

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat