kievskiy.org

Cerdas Bermedia Sosial, Gunakan Smartphone Hanya Demi Peningkatan Kualitas Diri

null
null

BANDUNG, (PR).- Dalam situasi ketika teknologi informasi memungkinkan semua warga bisa  memainkan peran sebagai saluran penyampai informasi ( media), sangat bijak jika kita menggunakan perangkat komunikasi seperti smartphone semata demi meningkatkan kualitas diri. Tanpa disertai pemahaman utuh dan pelatihan profesional di bidang jurnalisme, sangat mudah penyampaian informasi oleh seorang jurnalis warga terperangkap menjadi sumber konflik dan primordialisme sempit.

Demikian benang merah yang mengemuka pada Seminar Internasional Pendidikan Sosiologi (ICSE) III dengan tajuk “Mendefinisi Ulang Konsep Masyarakat di Era Digital” di Aula Gedung Nu’man Somantri Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia Jalan Setiabudhi Kota Bandung, Kamis 10 Oktober 2019. Hadir sebagai pembicara Direktur Karier dan Kompetensi Sumber Daya Manusia Kemenristek-Dikti Prof Dr Bunyamin Maftuh dan diaspora Indonesia yang kini menjadi dosen dan peneliti media dan sains komunikasi di Institute of Media and Communication Science Technische Universität Ilmenau, Jerman, Mira Rochyadi-Reetz. Hadir pada diskusi tersebut Guru Besar Sosiologi UPI Prof Dr Elly Malihah.

Pada seminar tersebut, Bunyamin Maftuh menyerukan generasi muda untuk tidak menjadi objek dari hadirnya beragam platform media sosial. Kuncinya adalah tempatkan segala sesuatu yang baru secara fungsional. “Kita hidup di era digital dan jangan pernah menjadi objek dari teknologi. Kompetensi dan keterampilan berkomunikasi dalam dunia yang semakin plural dan multikultural adalah keniscayaan bagi hadirnya kolaborasi yang menuju pada perdamaian dan kesepahaman,” ungkapnya.

Menurut Mira R Reetz, di era pradigital, media tradisional seperti surat kabar, radio, dan televisi berperan sebagai saluran penyampai informasi. “Sedangkan di era digital, teknologi memungkinkan siapapun untuk menjadi ‘media’. Di sinilah letak masalahnya, jurnalis profesional dibekali seperangkat prinsip jurnalisme sebagai instrumen dalam mencari, mengolah, dan menyampaikan informasi bahkan dengan berbagai tahap verifikasi,” ujar Mira.

Bahkan, kalau mengacu pada prinsip sebagaimana disampaikan Bill Kovach dan Tom Rosenthiel dalam “9 Element of Journalism”,  terdapat prinsip-prinsip yang menjadi tanggung jawab mendasar para jurnalis, standar kerja jurnalis, dan peran pers bebas dalam demokrasi. “Pada saat media tradisional tersingkirkan oleh kehadiran media baru, prinsip jurnalisme yang standar ini tidak menjadi acuan mereka yang kemudian asal menyampaikan informasi tanpa ada proses klarifikasi dan konfirmasi,” katanya.

Elemen ke-10

Mira menambahkan dalam era digital saat ini, Kovach kemudian menambahkan elemen kesepuluh yang semakin mengimperatifkan pesan agar era surplus informasi ini justru tidak berujung pada anarki. Pada elemen jurnalisme kesepuluh ditegaskan “ Hak dan Kewajiban terhadap Berita. Kita sedang berada dalam Revolusi Komunikasi. Jurnalisme bukan sekedar informasi. Demokrasi dan jurnalisme lahir bersama-sama dan mereka juga akan jatuh bersama-sama.”

Pada bagian lain juga disampaikan oleh kecenderungan platform media sosial yang sesungguhnya tidak membuat wawasan dan pengetahuan penggunanya semakin luas dan kaya perspektif. “Yang terjadi justru secara algoritmis pengguna media sosial hanya terhubung pada informasi dan pertemanan dengan kelompok yang hanya satu sudut pandang pemikiran saja. Sekali seseorang mengunjungi suatu konten, dia akan diberi saran tautan konten lain yang sejenis dan relevan oleh algoritma platform medsos,” katanya menegaskan.

Masalahnya, kata Mira, jika seorang pengguna mengunjungi konten yang dianggap negatif, dia akan diberi saran tautan yang relevan dengan konten negatif tersebut. “Dia akan terjebak dalam pusaran konten dan informasi sejenis. Melalui algoritmanya, media sosial bisa menyajikan atau tidak menyajikan suatu konten informasi tertentu untuk kita. Secara saintifik hal ini juga sangat strategis dijadikan riset dengan berbasiskan pada metodologi empirik dengan statistik dan data-data kuantitatif,” ucapnya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat