kievskiy.org

Dewi Sartika dan Sekolah Perempuan Kaoetamaan Istri, Cahaya Semangat yang Tak Lindap

Sekolah Kaoetamaan Istri yang diasuh R Dewi Sartika.
Sekolah Kaoetamaan Istri yang diasuh R Dewi Sartika. /Dok Pikiran Rakyat

PIKIRAN RAKYAT - ”Pada masa itoe djangankan di bangsa, volk, sedang bangsa menak djuga, misih ada dalam kebodohan, teroetama dalam kalangan parampoean. Poetri-poetri bangsa menak hanja beladjar hoeroef Djawa dan Arab sadja, sedang mengitoeng menoelis hoereoef Belanda sama sekali tida dibeladjarkanja, apalagi basa Belanda.”

Demikian pernyataan Dewi Sartika pada Jumat 20 Juli 1934 di Bandung dalam peringatan 30 tahun berdirinya sekolah Kaoetamaan Istri.

Peringatan dan sambutan Dewi Sartika tersebut dimuat koran berbahasa Sunda, Sipatahoenan pada 21 Juli 1934.

Uniknya, Sipatahoenan tak menyalin pernyataan Dewi dalam bahasa Sunda, tetapi tetap dalam bahasa Melayu.

Peneroka pendidikan bagi kaum perempuan bumiputra. Demikianlah kiprah Raden Dewi Sartika. Jasa perempuan kelahiran Bandung 4 Desember 1884 itu tak kalah dari Raden Ajeng Kartini.

Kehadiran sekolah Kaoetamaan Istri bermula dari cita-cita Dewi Sartika memajukan kaum perempuan bangsa pribumi agar tinggi harkat dan derajatnya.

Sekolah Kaoetamaan Istri di Bandung tahun 1920.
Sekolah Kaoetamaan Istri di Bandung tahun 1920.

Keinginan itu akhirnya terlaksana karena dukungan pamannya, seorang Patih Cicalengka, yang membantu Dewi Sartika bersekolah dan belajar bahasa Belanda sedikit-sedikit serta keterampilan perempuan, seperti menyulam dan memasak.

"Meskipun boekan di sekolahan luar djuga, jaitoe saja beladjar pada Njonja Assistent Resident Tjitjalengka van den Bosch," kata Dewi.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat