kievskiy.org

Material Maju untuk Energi Baru dan Terbarukan

Prof. Dr. Ida Hamidah, M.Si dalam pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia.
Prof. Dr. Ida Hamidah, M.Si dalam pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia. /DOK. HUMAS UPI

PIKIRAN RAKYAT - Material Maju untuk Energi Baru dan Terbarukan merupakan karya yang ditulis oleh Prof. Dr. Ida Hamidah, M.Si dalam pengukuhan guru besar Universitas Pendidikan Indonesia 05 Agustus 2020.

Ia  ditetapkan sebagai profesor/guru besar Universitas Pendidikan Indonesia terhitung mulai tanggal 01/11/2018 dalam bidang Ilmu Fisika melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 290/M/KP/2019.

Masih segar dalam ingatan kita, bagaimana mencengangkannya China yang berhasil membuat rumah sakit untuk menampung warganya yang terkena Covid-19 hanya dalam waktu sepuluh hari.

Baca Juga: UPI Kukuhkan 8 Guru Besar untuk Pembangunan Pendidikan Indonesia

Ini terdengar seperti legenda Bandung Bondowoso yang membangun candi prambanan dalam versi modern. Waktu sepuluh hari itu adalah hitungan yang sangat cepat untuk membangun sebuah rumah sakit di atas tanah 5,6 hektar dengan kapasitas tempat tidur sebanyak 1000 buah.

Tentunya kita sangat mahfum dengan sistem pemerintahan China yang mampu mengelola sebuah kegiatan dengan sangat baik, yang mampu membuat 7000 orang pekerja bekerja siang dan malam tanpa berhenti.

Tetapi di balik itu, pernahkah terpikirkan kira-kira bahan/material apa yang mereka gunakan hingga rumah sakit itu dapat berdiri kokoh dengan segala perlengkapannya yang modern? Jawabannya adalah material maju (advanced materials).

Material maju dihasilkan melalui modifikasi struktur material alamiah sehingga karakteristiknya menjadi jauh lebih baik.

Beberapa contoh material maju adalah silikon amorf, besi amorf, komposit, katalis, dan polimer.

Baca Juga: Ukuran PS5 Jauh Lebih Besar dari Xbox Series X? Foto Terbaru Jadi Bukti

Casing smartphone, sepeda super ringan, hingga bodi pesawat berkecepatan tinggi adalah sebagian produk mutakhir yang menggunakan material maju.

Secara keilmuan, material maju merupakan salah satu bidang garapan Fisika Material di samping material   elektronik, material optik, material magnetik, fenomena kuantum dalam material, fisika nonequilibrium, dan fisika material terkondensasi.

Dengan berhasilnya modifikasi struktur material alamiah, saat ini telah banyak diaplikasikan material maju pada berbagai bidang teknologi, salah satunya adalah teknologi untuk memanen energi dari sesuatu yang bergerak. Teknologi ini disebut energy harvester. Energi yang berasal dari sesuatu yang bergerak seperti air sungai, angin, sistem permesinan, dan gerakan bumi, adalah energi kinetik yang tersedia di lingkungan sekitar kita yang belum digunakan secara optimal.

Beberapa upaya telah dilakukan untuk menangkap energi bergerak menggunakan material maju, termasuk bahan piezoelektrik dan carbon nanotube.

Namun efisiensi yang rendah, pita frekuensi yang rendah, dan keandalan divais yang rendah masih merupakan kelemahan utama dari konsep ini. Di antara penyebab yang mengurangi kinerja sistem energy harvester adalah rendahnya fleksibilitas desain membran dan penggunaan bahan yang kurang layak.

Baca Juga: Usai Covid-19, China Kini Hadapi Wabah Brucellosis, Ribuan Warganya Terinfeksi, Penyakit Apakah Itu?

Membran yang tidak fleksibel dapat menyebabkan berkurangnya kinerja divais untuk menginduksi arus listrik. Pemanenan energi dengan menyatukan gelombang elektromagnetik adalah cara alternatif terbaik untuk menyediakan daya listrik bagi keperluan aplikasi yang sangat luas.

Untuk itu, penelitian tentang membran berbahan dasar polimer nanomagnetik kini menjadi tren penelitian yang cukup gencar dilakukan.

Jika kinerja sistem energy harvester telah optimal, maka ini sejalan dengan kebijakan Energi Nasional Indonesia berupa peningkatan porsi energi baru dan terbarukan (EBT) dari 5% (2014) menjadi 23% (2025).

Pemerintah menghitung bahwa peningkatan porsi EBT dalam bauran energi menjadi 23 persen dapat menghemat anggaran hingga puluhan triliun setiap tahunnya. Porsi EBT tersebut ditargetkan dapat terealisasi pada 2025 mendatang.

Potensi yang hendak dicapai EBT dalam pembauran energi nasional pada 2025 yakni 45,1 gigawatt (GW). Dengan rincian, panas bumi 7,2 GW, tenaga air 18 GW, mini dan mikrohidro 3 GW, bionenergi 5,5 GW, tenaga surya 6,5 GW, tenaga angin 6,5 GW.

Baca Juga: Penembakan KKB di Papua: Ditembak saat Antar Logistik, Total 5 Orang dari TNI dan Warga Sipil Tewas

Dalam rangka mendukung kebijakan Energi Nasional Indonesia tersebut, beberapa perguruan tinggi di dalam negeri telah menyambutnya dengan berbagai program, misalnya Universitas Indonesia melalui Badan Pengembangan Universitas dan Pengelolaan Logistik dan Direktorat Pengelolaan dan Pemeliharaan Fasilitas mengembangkan inisiatif program energi baru terbarukan. Begitu pula dengan Program Doktor Fisika Univesitas Brawijaya yang membentuk bidang minat Energi Terbarukan dan Lingkungan.

Kesadaran tentang pentingnya EBT untuk tetap menjaga keseimbangan ketersediaan dan penggunaan energi di bumi ini diharapkan mampu menyentuh semua kalangan, baik masyarakat maupun pemerintah, baik stakeholders maupun pimpinan lembaga. Seandainya saja semua pihak bekerja secara berkesinambungan, maka tidaklah musatahil bahwa target peningkatan EBT di tahun 2025 itu akan terwujud.

Demikian juga, negara di berbagai belahan dunia telah menyadari pentingnya mengembangkan energi baru dan terbarukan dengan cara membekalkan pemahaman dan keterampilan tentang EBT melalui kurikulum.

Contohnya Hydrogen Education Curriculum di Michigan Technological University,  Hydrogen Technology and Energy Curriculum di University of California, dan Innovation Research Center for Fuel Cells di The University of Electro-Communication-Japan.

Kita semua tentunya sangat memahami bahwa semua kemajuan teknologi itu tidak akan tepat sasaran tanpa adanya peran pendidikan.

Baca Juga: BTS Sampaikan Pidato sebagai 'Pemimpin' di Hari Pemuda Nasional Korea Selatan

Sejalan dengan semangat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang merdeka belajar, dimana salah satunya dituangkan dalam bentuk Permendikbud No. 3 Tahun 2020 Pasal 11 ayat (1), bahwa karakteristik proses pembelajaran terdiri atas sifat interaktif, holistik, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa.

Untuk itu, segala bentuk aktivitas untuk menghasilkan teknologi perlu diintegrasikan melalui kegiatan riset dalam pembelajaran. Dengan cara ini, diharapkan mahasiswa mampu menghasilkan ide-ide kreatif untuk memberikan solusi atas semua permasalahan yang dihadapi, termasuk permasalahan dalam penyediaan energi baru dan terbarukan. Semoga. (Ida Hamidah)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat