kievskiy.org

Perda Ketenagakerjaan tak Kunjung Diterapkan

Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Cimahi mendatangi Pemkot Cimahi di Jalan Raden Demang Hardjakusumah Kota Cimahi, Senin 13 Maret 2017.*
Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Cimahi mendatangi Pemkot Cimahi di Jalan Raden Demang Hardjakusumah Kota Cimahi, Senin 13 Maret 2017.*

CIMAHI, (PR).- Buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Cimahi mendatangi Pemkot Cimahi di Jalan Raden Demang Hardjakusumah Kota Cimahi, Senin 13 Maret 2017. Mereka mempertanyakan Perda Kota Cimahi No.8/2015 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan tak kunjung diterapkan dan tak ditaati perusahaan. Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Kota Cimahi Edi Suherdi mengatakan, Perda Ketenagakerjaan sudah ditetapkan sejak 2015 namun belum efektif. "Kami ingin menghadap walikota untuk mempertanyakan Perda Ketenagakerjaan tak kunjung diterapkan. Hal itu membuat perusahaan berkilah sehingga tak memenuhi hak buruh," katanya. Pada pasal 38 ayat 5-6 mengatur pemberian upah terhadap buruh yang sudah bekerja diatas 1 tahun atau berkeluarga diberi insentif tambahan 5%. "Kami minta kepada walikota agar tegas. Karena perda sudah dibuat dan jadi lembaran daerah maka perlu penegakan hukum," ungkapnya. Selain itu, Pemkot Cimahi juga belum menerapkan upah minimum sektoral sesuai amanat PP No. 78/2015 tentang Pengupahan. "Cimahi belum menetapkan upah sektoral, padahal sudah jadi kewajiban sesuai PP 78," ujarnya. Menanggapi hal itu, Sekda Kota Cimahi M. Yani didampingi Asisten I Bidang Pemerintahan Kota Cimahi Maria Fitriana selaku Ketua Dewan Pengupahan Kota Cimahi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Supendi Heriyadi dan Sekretaris Dinas Dedi Supardi mengatakan, implementasi Perda Penyelenggaraan Ketenagakerja yang sudah disetujui dan ditetapkan perlu harmonisasi dengan aturan di tingkat lebih atas. "Perlu regulasi yang diharmonisasi, produk hukum yang sudah digulirkan harus disinkronisasi dengan kebijakan produk hukum Provinsi Jabar dan pemerintah pusat," ujarnya. Diakui Yani, proses harmonisasi memakan waktu lama sejak 2015. "Dengan upaya ke depan disusun kembali dan bisa selesai dari sinkronisasi aturan dan kebijakan. Butuh waktu tapi upaya lewat diskusi agar ada pemahaman sama hingga provinsi dan pusat," katanya.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat