kievskiy.org

Kala Dansa Jadi Polemik di Bandung Tempo Dulu, Komisi Khusus sampai Turun Gunung Menyelidikinya

Ilustrasi kala dansa jadi polemik di Bandung tempo dulu.
Ilustrasi kala dansa jadi polemik di Bandung tempo dulu. /Pixabay/Jo-B

PIKIRAN RAKYAT - Kehadiran dansa atau tari cara Barat yang dilakukan pasangan pria dan ­wanita dengan berpelukan atau ­berpegangan tangan menyulut polemik di Bandung, tempo dulu. Penolakan bermunculan hingga melahirkan gerakan ­antidansa.

Tulisan koran berbahasa Sunda, Sipata­hoen­an pada Kamis 8 Februari 1940 mencatat kontroversi dansa di Bandung.

Tulisan bertajuk Soeal Dangsa atau Soal Dansa itu merupakan tanggapan atas tulisan dari Djoeragan Abdoelah di koran yang sama pada 16 Januari yang membela dansa.

Balasannya ditulis Voorzitter (Ketua) Comite Penjelidikan Perdang­saan Bandoeng. Namun, sang ketua tak mencantumkan nama jelasnya.

Yang menarik adalah munculnya nama komite pe­nye­lidikan urusan dansa tersebut sebagai penanda persoalan tarian tersebut memperoleh sorotan yang serius.

Tulisan balasan itu dimulai dari tanggapan atas pernyataan Abdoelah yang menyebutkan tidak adanya gerakan antidansa di Turki, Mesir, Tiongkok, dan Jepang.

Hal tersebut berban­ding terbalik dengan kondisi di dalam negeri yang para no­noman atau pemudanya me­lancarkan gerakan antidansa.

"Tangtos teu ajana perge­rak­an kieu teh, margi di Japan mah aja oge noe darangsa di tempat speciaal toekang dang­sa (taxigirls)."

Demikian ba­lasan dari sang ketua yang me­nyatakan, gerakan antidansa di Jepang dipastikan tak mungkin ada. Soalnya, di Negeri Matahari Terbit itu sudah ada tempat khusus berdansa.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat