kievskiy.org

Obat di Indonesia Disebut Kurang Inovatif, IASMED Dorong Penguatan Regulasi Uji Klinis

Ilustrasi obat.
Ilustrasi obat. /Pixabay/qimono

PIKIRAN RAKYAT - Asosiasi untuk Studi Obat Indonesia (IASMED) menyatakan perlunya penguatan regulasi untuk memastikan Indonesia dapat mengejar ketertinggalan dalam ketersediaan obat yang berpotensi menyelamatkan pasien di Indonesia.

Pasalnya, bedasarkan kajian yang dilakukan oleh Lharmaceutical Research and Manufacturers of America (PhRMA) hanya ada sekitar 9 persen obat-obattan inovatif yang beredar di Indonesia.

"Hal ini menempatkan Indonesia pada peringkat terendah di bawah Afrika Selatan," kata Associate Professor Kesehatan Masyarakat, Monash University, Indonesia Perwakilan IASMED Grace Wangge dalam acara diskusi di kawasan Karet, Sudirman, Jakarta Pusat, Kamis 9 Februari 2023.

Dia menyebut, salah satu penyebab kurangnya obat-obatan inovatif tersebut adalah karena kurang atau tidak adanya uji klinis skala global di Indonesia.

Baca Juga: Jokowi Sebut Dunia Pers Indonesia Tidak Baik-baik Saja: Semua Orang Bisa Buat Berita Sebebas-bebasnya

Dilain pihak, berdasarkan kertas kebijakan yang diterbitkan oleh Institutr for Development of economics and finance (INDEP) pada 2018 kurangnya uji klinis terbit berdampak pada terhambatnya pertumbuhan industri farmasi nasional.

"Padahal industri farmasi termasuk yang terlibat dalam pembuatan vaksin untuk mencapai nilai sampai dengan USD 125.49 miliar pada 2028 berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Arthur, Little Firma Konsultan Manajemen," terangnya.

Oleh karena itu, lanjut Grace, pihaknya mendorong adanya penguatan terkait regulasi Menteri Kesehatan No. 85 tahun 2020. Sebab menurutnya, dalam peraturan tersebut mengandung beberapa aspek yang dapat disempurnakan.

"Ada beberapa pasal yang cukup berpotensi kontraproduktif, salah satunya adalah pasal 31 ayat 2 dan pasal 35 yang memperpanjang proses borokrasi dan administratif," tuturnya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat