kievskiy.org

Taman Telaga Teratai, Ragam Hias Baru Batik Cirebon

PEMBATIK Komar Kudiya sedang menyampaikan pandangan-pandangannya pada sidang disertasi Pascasarjana ITB di Gedung Annex, Jln. Tamansari. Bandung, Jumat (11/3/2016).*
PEMBATIK Komar Kudiya sedang menyampaikan pandangan-pandangannya pada sidang disertasi Pascasarjana ITB di Gedung Annex, Jln. Tamansari. Bandung, Jumat (11/3/2016).*

BANDUNG, (PRLM).- Taman Telaga Teratai menjadi ragam hias batik Cirebon terbaru. Ragam hias ini merupakan hasil penelitian Komarudin Kudiya yang dipertahankannya dalam sidang disertasi Fakultas Seni Rupa Desain (FSRD) ITB, di Gedung Annex, Bandung, Jumat 11 Maret 2016. Menurut Komar, ragam hias batik Taman Telaga Teratai berbeda dengan ragam hias sebelumnya di Cirebon yang dikenal dengan ragam Mega Mendung. Ragam hias ini merupakan gabungan beberapa unsur batik yang memiliki nilai estetik yang didapat dari tiga lokasi keraton Cirebon dan dari Peguron Keprabon sehingga akhirnya mencapai keutuhan sebuah ragam hias Taman Telaga Teratai. Komposisi bentuk yang ada dalam ragam hias Taman Telaga Teratai merupakan hasil modifikasi dan eksplorasi dari hasil penelurusan sumber-sumber ragam hias teratai yang terdapat di beberapa tempat dan telah diklarifikasikan pada sata penelitian. Bentuk-bentuk tersebut adalah Gedong Samar (Kanzan Mahfiyyan) berupa bangunanyang terdapat di Taman Arum Sunyaragi. Motif‎ pendukung lainnya adalah bunga teratai "Hayun bila rahin", burung bangau, Gapura Wadasan, Mega Mendung, Gajah Wadasan, dll. Dari segi warna, batik ragam hias Taman Telaga Teratai tidak hanya menggunakan latar warna gading, putih tulang, dan coklat muda seperti pada umumnya warna batik Cirebon sebelumnya. Tetapi menggunakan garis-garis yang dibentuk dengan warna hitam tipis (ngerawit). Ad ajuga watna coklat untuk "babaran" (corak) babarmasan dan corak sogan. Sedangkan untuk "isen-isen" berdasarkan bentuk "isen-isen" yang lumarh digunakan pada Batik Keraton Cirebon. Dari kajian unsur makna simbolik, ragam hias batik Taman Telaga Teratai memiliki unsur simbolik karena kehadiran ragam hiasa batik Cirebon awalnya dibuat para sepuh dan santri yang taat menjalankan ibadah. Dalam membuat ragam hias batik, selalu dikaitkan dengan tingkat pengalaman dan kedewasaan dalam mempelajari Islam sebagai pedoman hidup. Alhasil, bentuk-bentuk motifnya selalu bermakna pada kebesaran dan keesan Allah yang Maha Pencipta. Ragam hias baru ini, kata Komar, sudah dibawa pada diskusi para pakar batik, pelaku, inohong Cirebon, perwakilan keraton, budayawan, dan seniman Cirebon. Bahkan dalam bentuk kainnya telah dipergunakan pada pernikahan putri Keraton Cirebon. Hasilnya menunjukkan, ragam hias batik Taman Telaga ‎merupakan ragam hias baru batik Cirebon. Kendati demikian, untuk mensosialisasikan ragam hias ini masih memerlukan waktu cukup panjang. Disertasi berjudul "Revitalisasi Batik Lama Keraton-keraton Cirebon dengan Ragam Hias Taman Telaga Teratai sebagai Wujud Refleksi Integrasi Budaya" ini mendapat tanggapan dari para penguji. Di antaranya tentang keabsahan motif dalam ragam tersebut. Namun Komar menjelaskan bahwa ragam hias Taman Telaga Teratai sebagai corak (motif) batik baru Cirebon, tidak pernah lepas dari corak-corak sebelumnya seperti Mega Mendung dan Gedong Samar, namun dengan revitalisasi, motif-motif ini kemudian digabungkan dan motif-motif pendukung lain seperti taman, teratai, burung bangau, dll yang notabene kerap berada di sekitar keraton Cirebon. ‎Menjawab pertanyaan ihwal semakin banyaknya serbuan batik pendatang berupa "printing" yang mengancam batik asli, Komar menggarisbawahi, batik-batik seperti itu secara kualitas umumnya rendah. Bahan, warna, dan motifnya tidak menunjukkan keahliannya. Demikian juga dari segi proses, batik-batik pendatang yang hanya berupa "printing" tidak memiliki nilai budaya sehingga tidak perlu dikhawatirkan. Apalagi lanjut Komar, pengguna batik sudah mulai kritis dengan keaslian batik. Semua itu kata dia, tiada lain karena wawasan batik masyarakat semakin terbuka. Masyarakat sudah dapat membedakan batik asli sebagai karya budaya dan batik hasil "printing". Namun Komar mengakui, sosialisasi batik harus terus menerus dilakukan. Demikian juga dengan kajian-kajian, pelatihan, serta tren. Batik kata dia harus didesain sesuai tren dan tidak hanya untuk busana tetapi untuk berbagai kepentingan lainnya. "Lima puluh tahun yang akan datang, saya tetap optimistis batik amsih akan tetap berkembang dan tetapi diminati sebagai karya budaya milik Indonesia," ujarnya. Untuk‎ disertasi ini Komar mendapat yudicium "cumlaude". Ia mengatakan, pencarian dan eksplorasinya terhadap batik Cirebon tidak akan berhenti sampai selesai disertasi. Di Galerinya di Cigadung, Komar akan melanjutkan tradisi meneliti ini pada penelitian-penelitian selanjutnya. Bahkan ia akan membuka galerinya untuk berbagai diskusi terkait seni dan budaya. (Eriyanti Nurmala Dewi/A-147)***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat