kievskiy.org

Re-Interpretasi Mitos dalam Karya Seniman Muda

*/MUHAMMAD IRFAN/PR
*/MUHAMMAD IRFAN/PR

SEBUAH batu berbentuk balok yang menjulang setinggi kurang lebih satu meter terpancang di lantai dua Museum Basoeki Abdullah, Fatmawati, Jakarta Selatan. Bertuliskan "This is Statue of Nyi Roro Kidul, The Queen of The South Coast, That is Inspired by The Work of Basoeki Abdullah. Only The Hands Was Made to Maintain Public Security, Since The Queen Herself is Not Known to Wear a Hijab", balok ini menyeruakkan dua tangan berbahan metal di sisi kiri dan kanannya. Nyi Roro Kidul mencoba tampil ramah di ruang publik.

Ya, sebagaimana tulisan yang terpahat di balok batu, secara eksplisit, Alfiah Rahdini menyajikan satir atas isu ruang publik yang kini sering dikooptasi oleh kepentingan politik tertentu. Mereinterpretasikan ulang lukisan "Nyi Roro Kidul" (cat minyak di atas kanvas, 1950) karya Basoeki Abdullah, karya Alfi menjadi satu dari 40 karya yang tampil dalam pameran Basoeki Abdullah Art Award #3; Re-Mitologisasi. Pameran berlangsung sejak 25 September hingga 25 Oktober 2019. Karya ini pun menjadi satu dari lima karya terbaik.

Menurut Alfi, ide dirinya mengambil karya Basoeki Abdullah "Nyi Roro Kidul" bukan tanpa sebab. Menurut dia, figur Ratu Pantai Selatan itu menjadi sosok perempuan yang kuat dalam mitologi Indonesia terutama Pulau Jawa. Lukisan Pak Bas pun menjadi interpretasi umum atas sosok Nyi Roro Kidul yang akhirnya menancap di ingatan publik hingga kini.

"Kita tahu karya itu ada di sebuah hotel di Plabuhan Ratu dan itu melekat hingga jadi kebudayaan yang gaungnya sampai sekarang. Makanya saya pilih lukisan itu untuk direpresentasikan," kata Alfi.

Namun, Alfi tak mengambil secara utuh gambaran tubuh Nyi Roro Kidul melainkan hanya bentuk tangannya saja. Dengan kepiawaiannya, dia lebih memilih menutup tubuh Nyi Roro Kidul yang selama ini tercitrakan sering menggunakan kemben hijau dengan balok menjulang tadi. Ini menggambarkan keresahannya atas vandalisme pada sebagian karya seni ruang publik yang dianggap tak layak lihat karena dianggap anorma oleh pandangan ideologi tertentu.

Padahal, mengekspresikan seni secara bebas sudah dimulai sejak dulu misalnya oleh pak Bas sendiri. Dia pun memperkuat sindirannya lewat kalimat yang dibubuhkan di atas batu tadi. Terinspirasi dari gurauan cendekiawan cum Presiden RI ke-empat, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

"Beliau pernah mengeluarkan jokes, 'Nyi Roro Kidul  disuruh pakai kerudung makanya tsunami' saya suka jokes itu karena Gus Dur membuat persoalan tentang hijab dan nonhijab jadi cair, tapi sekarang itu suatu hal yang jadi keharusan bahkan di ruang publik. Itu berdampak pada perempuan bahkan pada karya," ucap alumni FSRD ITB ini.

Secara umum karya bertajuk "The Appropriation of Basuki Abdullah' Nyai Roro Kidul" ini pun menjadi jalan menggugah kembali mitos yang sebelumnya hidup dalam denyut masyarakat Indonesia zaman ke zaman dan menjadi siloka. Sayangnya, menurut Alfi, hal tersebut kini mulai terhimpit oleh berbagai macam kebutuhan politik.

"Bisa jadi karya ini merekonsturksi atau mendekonstruksi tapi intinya bagaimana pemahaman masyarakat pada mitos. Saya memberi kritik satir pada pemahaman masyarakat yang memvandal yang diokupansi oleh ideologi politik tertentu. Saya ada di fase bagaimana mitologi direpresentasikan di tengah kondisi publik yang sangat banyak polemik. Buat kita bisa memulai kembali atau memutuskan kembali, mengkomtemplasikan ulang bagaimana mitologi dihadirkan," ucap dia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat