kievskiy.org

Tax Amnesty Peluang Masuknya Dana ke Bank Syariah

JAKARTA, (PR).- Program pengampunan pajak (tax amnesty) bisa menjadi peluang alternatif menarik bagi perbankan syariah dalam mencari dana di pasar modal lewat mekanisme penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Pasalnya, melalui tax amnesty akan banyak dana segar yang masuk ke sistem ekonomi di Indonesia. "Selain merger atau strategic partner, IPO jadi opsi yang menarik. Tapi, kembali ke domain induknya," ujar Direktur Utama PT Bank BNI Syariah Imam Teguh Saptono dalam jumpa pers dan halal bihalal bersama media di Jakarta, Kamis 28 Juli 2016. Dikatakan, imbal hasil atau return on equity (ROE) BNI Syariah sebesar 13 persen merupakan angka yang cukup menarik untuk menggaet investor membeli saham bank tersebut. Meski bukan sebagai bank persepsi, namun BNI Syariah mengkampanyekan riba amnesty. "Sejak Bank Muamalat berdiri lebih dari 20 tahun, dana syariah baru Rp 300 triliun, target amnesti 6 bulan saja Rp 500 triliun. Makanya, riba amnesty jika digaungkan tidak jadi masalah," kata Imam. Terkait dengan perombakan kabinet (reshuffle), dia mengatakan bahwa itu itu merupakan hal yang wajar untuk memperbaiki keadaan menjadi lebih baik. Termasuk dengan pergantian Menteri Keuangan yang kini di bawah Sri Mulyani Indrawati dengan wawasan internasional yang dibawanya diharapkannya dapat mendorong ekonomi Indonesia. Khusus di bank syariah, Sri Mulyani sebagai Menkeu diharapkan dapat mendorong akselerasi pertumbuhan syariah di Indonesia. "Yang namanya percepatan ekonomi syariah harus lintas departemen. Pajak deposito syariah seharusnya PR Kementerian Keuangan bukannya di OJK atau BI. Keberpihakan BUMN terhadap penempatan dana syariah juga adanya di Kementerian BUMN. Begitupun dengan operasionalisasi sukuk di syariah. Ini percepatan yang diharapkan dari kabinet baru," jelasnya. Selain itu, masuknya Bambang Brodjonegoro menjadi Menteri PPN/Bappenas menjadi angin segar bagi perbankan syariah. Pasalnya, Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) yang akan menjadi arsitektur keuangan syariah atau masterplan for Indonesian Islamic Financial Architecture tengah digodok di Bappenas. Mengenai kinerja Semester I-2016, Imam memaparkan bahwa di tengah perlambatan ekonomi, BNI Syariah berhasil membukukan laba yang cukup tinggi yakni Rp 145,6 miliar atau meningkat 45,73 persen dibanding periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 99,94 miliar. Sementara target laba hingga akhir tahun ini mencapai Rp 290 miliar. "Ekonomi global mengalami perlambatan, bahkan Bank Dunia merevisi pertumbuhan ekonomi dunia dari 2,9 persen menjadi 2,4 persen. Bahkan ekonomi Indonesia pada tahun 2016 ini diperkirakan akan pulih, namun ternyata tidak seperti yang diharapkan. Meski demikian BNI Syariah masih bisa memperoleh laba bersih mencapai Rp 145,6 miliar naik 45,73 persen dari periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 99,94 miliar," katanya. Dikatakan, pertumbuhan laba tersebut disokong oleh ekspansi pembiayaan yang terjaga kualitasnya. Sementara untuk pembiayaan meningkat 13,4 persen menjadi Rp 18,98 triliun pada semester I tahun 2016 dibanding periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 16,74 triliun. Dari pembiayaan tersebut, pembiayaan komsumer mencapai 52,96 persen, pembiayaan produktif mencapai 22,78 persen dan pembiayaan komersial mencapai 16,38 persen, pembiayaan mikro sebesar 5,77 persen kartu hasanah mencapai 2,11 pesen. Sedangkan kredit bermasalah (NPF) mencapai 2,8 persen atau jauh dari NPF industri perbankan yang diperkirakan di atas 4 persen. "Untuk angka fix NPF akan bisa dilihat pada bulan September, karena adanya perubahan trend peningkatan NPF. BNI Syariah NPF nya hanya 2,8 persen," tegasnya. Adapun pertumbuhan aset naik sebesar 23,12 persen dari Rp 20,85 triliun menjadi Rp 25,68 triliun pada semester I - 2016. Adapun dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 21,83 triliun atau meningkat dari tahun lalu yang mencapai Rp 17,32 triliun.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat