kievskiy.org

Gapensi: Aturan Tambahan Pengadaan Pekerjaan Konstruksi Memberatkan

SEJUMLAH buruh beristirahat makan siang di bawah konstruksi jembatan di proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, Provinsi Riau, Selasa, 30 April 2019. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama beberapa federasi buruh akan membawa sejumlah isu dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2019, antara lain meminta pemerintah menghapus PP Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan karena telah menghambat kenaikan upah buruh, menyuarakan penghapusan karyawan outsourcing dan pemagangan,meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan terhadap sistem BPJS Kesehatan serta meminta pemerintah untuk menurunkan tarif listrik.*/ANTARA
SEJUMLAH buruh beristirahat makan siang di bawah konstruksi jembatan di proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai, Provinsi Riau, Selasa, 30 April 2019. Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama beberapa federasi buruh akan membawa sejumlah isu dalam peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day pada 1 Mei 2019, antara lain meminta pemerintah menghapus PP Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan karena telah menghambat kenaikan upah buruh, menyuarakan penghapusan karyawan outsourcing dan pemagangan,meminta pemerintah untuk melakukan perbaikan terhadap sistem BPJS Kesehatan serta meminta pemerintah untuk menurunkan tarif listrik.*/ANTARA

BANDUNG, (PR).- Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Jawa Barat (Jabar) menolak persyaratan tambahan pengadaan pekerjaan konstruksi yang ditetapkan sejumlah unit layanan procurement (ULP). Apalagi, aturan tersebut tidak ada dalam Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No. 7/PRT/M/2019 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa Konstruksi Melalui Penyedia.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua Gapensi Jawa Barat (Jabar) Bidang Hukum dan Advokasi, Asep Chandra, di Kantor Gapensi Jabar, Jalan Terusan Galunggung, Bandung, Selasa, 21 Mei 2019. Gapensi meminta agar persyaratan pengadaan pekerjaan konstruksi diberlakukan sesuai dengan Permen PUPR No. 7/PRT/M/2019.

"Ada sejumlah ULP yang mensyaratkan rekening koran sebesar 10-30 persen dari nilai proyek. Contohnya Cirebon menyaratkan minimal 20 persen, Cimahi 30 persen, dan ada juga yang 10 persen," ujarnya. 

Padahal, menurut dia, dalam Permen PUPR No. 7/PRT/M/2019 tidak ada persyaratan rekening koran dalam nominal tertentu selama tiga bulan. Ia mengatakan, sebelumnya cukup dukungan perbankan.

Dengan aturan tersebut, menurut dia, jika misalnya ada proyek senilai Rp 1 miliar dan disyaratkan rekening koran 10 persen, artinya harus ada dana mengendap sebesar Rp 100 juta di perbankan. Ia menilai, itu sangat memberatkan kontraktor. "Harusnya jangan ada aturan yang memberatkan. Apalagi, sebagian besar pelaksana konstruksi di Jabar masuk kategori kecil," ujarnya.

Bukan hanya persyaratan rekening koran, menurut Chandra, sejumlah ULP juga menambahkan persyaratan lain. Salah satunya adalah persyaratan keharusan adanya dukungan kuari (tambang) yang sudah punya izin. "Di IAIN Cirebon, selain rekening koran, juga ada syarat harus ada dukungan kuari yang sudah punya izin. Begitu juga dengan Disperindag Majalengka," tuturnya.

Padahal, menurut dia, kontraktor sejatinya tidak perlu mengantongi izin tambang. Ia mengatakan, izin tambang biasanya diperuntukan bagi mereka yang memiliki kuari, bukan kontraktor. "Kami meminta agar ULP memberlakukan persyaratan sesuai dengan Permen PUPR, tanpa menambah persyaratan yang memberatkan dunia usaha," kata Chandra.

Kualifikasi

Persoalan kedua yang juga memberatkan pelaksana konstruksi, menurut dia, adalah terkait kualifikasi badan usaha dalam ketentuan teknis paket pekerjaan. Gapensi meminta agar untuk konstruksi yang dibiayai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) diberlakukan aturan sesuai dengan Pergub, bukan mengacu pada Permen. 

Berdasarkan Permen PUPR No. 7, untuk paket di bawah Rp 10 miliar, penyedia pekerjaan konstruksi disyaratkan harus memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) dengan kualifikasi pelaku usaha kecil. Sementara berdasarkan Pergub, SBU kualifikasi pelaku usaha kecil dipersyaratkan untuk paket di bawah Rp 2,5 miliar.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat