kievskiy.org

Industri Jasa Keuangan Konvensional Harus Segera Adopsi Teknologi Finansial

Istimewa.*/DOK Thinknovate
Istimewa.*/DOK Thinknovate

JAKARTA, (PR).- Otoritas Jasa Keuangan mendorong industri jasa keuangan konvensional untuk melakukan kolaborasi dengan teknologi finansial. Hal itu dilakukan untuk mengoptimalkan upaya inklusi keuangan di Indonesia. 

Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Institute dan Keuangan Digital, Sukarela Batunanggar, mengatakan terdapat 49 juta atau empat persen jumlah penduduk dunia yang ada di Indonesia. Di sisi lain, Indonesia juga memiliki masalah inklusi keuangan yang rendah yaitu sekitar 50 persen. "Artinya akses ke jasa keuangan masih minim. Apalagi literasinya malah lebub rendah lagi,"ujar dia dalam Seminar "How Digital Transformation Disrupt Financial Companies in Indonesia" yang diselenggarakan Thinknovatecomm Pikiran Rakyat. Hitachi dan BJB di Jakarta, Rabu 21 Agustus 2019


.

Menurut Sukarela, UMKM memiliki kontribusi senilai 50 persen dari pendapatan Domestik Bruto. Namun jumlah UMKM yang telah menikmati layanan perbankan hanya 12 persen.  "Besarnya financing gap UMKM Indonesia mencapai 165 miliar Dolar AS. Rata rata perbankam menyalurkan kredit UMKM mencapai 20 persen lebih,"ujar dia.

Menurut Sukarela, kondisi ini menyebabkan keberadaan fintech bukan sekedar disrupsi teknologi, melainkan gerakan untuk mengatasi masalah inklusi keuangan. "Kami sebagai regulator mendorong bagaimana agar lembaga keuangan konvemsional seperti perbankam, asuransi, dan lainnya bisa berkolaborasi dengan fintech, digibank, atau lemain baru lainnya untuk tergabung dalam ekosistem. Kita harus mengatasi rendahnya inklusi keuangan dan literasi keuangan,"ujarnya.

Sementara itu Ketua Harian Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indoneaia (AFPI) Kuseriansyah mengatakan fintech peer to peer lending sangat inklusif dan segmented. Keberafaan fintech inilah yang membantu UMKM yang kerap berada di daerah yang sulit dijangkau perbankan. "Misalnya ada e ternak, fintech yang memberikan pembiayaan supply chain peternakan, ada Dana Laut yaitu fintech yang membuayai petani rumput laut di Indonesia timur,"ujar dia.

Meskipun demikian dari 127 fintech yang saat ini sudah terdaftar di OJK, Kus mengatakan, sebanyak 122 diantaranya berada di Jakarta. Itu berarti keberadaan fintech masih terpusat di perkotaan. Hal inilah uang mendorong AFPI melakukan kerjasama dengan beberapa Bank Pembangunan Daerah untuk mendorong inklusi keuangan di daerah.

"Jumlah fintech di luar Jawa hanya satu yang ada di Lampung. Sementara di Bandung hanya satu fintech, dan tiga lainnya berada di Surabaya,"ujarnya. 

Managing Director Hitachi, Toshiyo Cho, mengatakan bahwa saat ini merupakan momen yang tepat bagi perbankan untuk melakukan kolaborasi dengan fintech. "Saya pikir era digital ini jangan membuat perbankan terdisrupsi oleh fintech. Ini adalah masa industri keuangan berkolaborasi sehingga inklusi keuangan dan pertumbuhan ekonomi bisa lebih optimal,"ujarnya.

Pemimpin Redaksi Pikiran Rakyat, Norle Firman, mengatakan kehadiran fintech ibarat dua sisi mata uang. Satu sisi, fintech telah menghadirkan banyak perubahan dan kemudahan bagi masyarakat. Namun di sisi lain, ada beragam masalah yang muncul terkait layanan ini.  Dia mengayakan, setidaknya ada tiga isu utama yang menjadi sorotan. Pertama adalah perlindungan konsumen termasuk dalam hal ini data pribadi. Kedua adalah keberadaan fintech ilegal yang terus bermunculan. "Isu ketiga adalah bagamana fintech dapat memberikan pengaruh pada performa bisnis dari lembaga jasa keuangan saat ini.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat