kievskiy.org

Perizinan Berbelit, Investor Malas Masuk ke Indonesia

ILUSTRASI pekerja tekstil.*/DOK.PR
ILUSTRASI pekerja tekstil.*/DOK.PR

JAKARTA, (PR).- Peraturan perizinan di Indonesia masih berbelit-belit, sehingga kalah saing dalam menarik investor asing. Hal itu salah satunya terlihat, saat tidak ada satu pun dari 33 investor yang hengkang dari Tiongkok untuk memilih Indonesia sebagai tempat relokasi pabriknya.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, aturan berbelit tersebut kerap menyulitkan investor. "Itu sebabnya oleh presiden (akan) dipotong (peraturan yang berbelit)," ujarnya di Jakarta, Senin, 9 September 2019. 

Luhut mengatakan, Indonesia perlu meniru negara tetangga yang memiliki kinerja lebih baik dalam menarik investor. "Tiru saja Vietnam, Thailand, Singapura, dan Malaysia," ujarnya. 

Ekonom Institut for Development Economic and Finance, Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, proses perizinan yang ruwet menyebabkan investor Tiongkok lebih tertarik untuk merelokasi pabriknya ke negara tetangga. Indonesia juga kalah bersaing dalam memberikan insentif pada para investor tersebut.

Menurut Bhima, ada beberapa alasan investasi, khususnya Tiongkok yang lebih tertarik ke Vietnam. Sistem perizinan investasi di Vietnam lebih terintegrasi antara pusat dan daerah. Hal ini belum bisa didapatkan dari proses perizinan di Indonesia.

"Contohnya soal Online Single Submission atau OSS dibawah BKPM pusat dan PTSP di tingkat daerah masih terhambat sinkronisasi izin wilayah. Investor yg  sudah mengantongi izin di pusat, di daerah bisa digantung berbulan-bulan. Ibarat masuk satu pintu keluarnya seribu jendela," tutur dia saat dihubungi Pikiran Rakyat, Senin, 9 September 2019.

Selain masalah perizinan, Bhima mengatakan, Vietnam juga memiliki insentif fiskal yang spesifik. "Insentif tersebut diberikan berdasarkan lokasi pabrik dan jenis usahanya. Rate insentifnya punya beragam ada bonus pajak 5-20%," ujarnya.

Mubazir

Selain itu di Indonesia, pemerintah telah memberikan banyak insentif, tetapi terlalu umum seperti tax holiday dan tax allowances. Insentif ini kurang memiliki daya tarik bagi investor. 

"Padahal ada juga kan investor di sektor tekstil, misalnya lebih memilih insentif diskon tarif listrik di jam sibuk atau keringanan bea masuk untuk pengadaan mesin baru. Jadi tidak semua butuh tax holiday. Kalau insentif tidak spesifik, namanya mubazir," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat