kievskiy.org

Dua Sisi Fintech : Diantara Peluang dan Tantangan

ILUSTRASI.*/DOK. PR
ILUSTRASI.*/DOK. PR

BANDUNG, (PR).- Hadirnya teknologi finansial (fintech) P2P Lending sejak beberapa tahun terakhir menjadi alternatif akses keuangan baru bagi masyarakat. Tak terkecuali bagi pelaku usaha, khususnya bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang selama ini kerap terkendala persyaratan yang rumit untuk mendapatkan pembiayaan.

Analis Grup Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan Fintech (GP3F) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bagas Setiaji menambahkan dari 60 juta UMKM hanya sekitar 16 juta kredit UMKM di perbankan. Jika rata-rata modal kerja UMKM minimal Rp 25 juta per tahun maka masih dibutuhkan paling sedikit Rp 1.000 triliun pendanaan untuk UMKM yang belum terlayani.

Selain UMKM, tercatat juga cukup banyak pelaku usaha disektor lainnya yang membutuhkan modal kerja, seperti usaha pertanian sekitar 20,4 juta orang, peternak 14,1 juta orang, nelayan 2,2 juta orang, dan pengrajin sekitar 15,1 juta orang.

“Pendanaan melalui fintech P2P landing dapat menjadi alternatif bagi pelaku usaha berkebutuhan khusus dan mendesak, bisa karena unbankable atau underserved. Fintech bisa menjawab kesulitan ini,” katanya, belum lama ini.

Bagi pelaku usaha di sektor pertanian sendiri, sulit dan rumitnya mendapatkan dukungan pembiayaan dari perbankan telah diakui sejak lama. Petani sulit memperoleh kredit karena ketiadaan agunan. Bukti kepemilikan lahan yang mempersyaratkan sertifikat hak milik sulit dipenuhi sebagian besar petani karena mayoritas mereka hanya mengantongi girik ataupun Letter C. Bahkan tak sedikit yang tidak memiliki lahan sendiri atau harus menyewa.

Ditambah lagi, persepsi bankir yang kerap menyebutkan sektor pertanian beresiko tinggi (high risk) dikarenakan pertanian di tanah air masih dikelola secara konvensional atau masih sangat bergantung dengan alam.

“Dengan fintech, menjadi lebih mudah untuk mendapatkan tambahan modal selain itu juga ada pendampingan hingga tersedianya akses pasar,” ujar salah seorang petani yang pernah mendapatkan pembiayaan melalui fintech.

Business Partner Lead Tani Fund— salah satu fintech yang fokus di sektor pertanian -- Luthfia Aisya mengakui ada tantangan tersendiri untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor pertanian, seperti faktor lokasi, aktvitas bisnis, hingga karakter dari petani sendiri. Meski cukup banyak tantangan yang harus dihadapi, pihaknya berkomitmen untuk mendukung industri agrikultur Indonesia dan para petani agar tak lagi terjerat tengkulak atau bank pasar yang memiliki bunga sangat tinggi.

“Sejak dua tahun terakhir perkembangannya positif, saat ini ada 829 petani dengan total pembiayaan Rp 20 miliar. Selain membuka akses pembiayaan yang tak kalah pentingnya adalah proses pendampingan, termasuk mengedukasi petani agar tertib dan mencatat seluruh kebutuhan dan pengeluarannya,” ujar Luthfia.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat