kievskiy.org

Pemerintah Dinilai Masih Antibisnis Dalam Hadapi Covid-19

Tausyiah Silaturahmi Ied Fitri 2020 bertema “Ekonomi dan Likuiditas Keuangan Pasca Lebaran” yang diselenggarakan Senior’s Forum Kadin Jabar melalui zoom, Senin malam 25 Mei 2020.
Tausyiah Silaturahmi Ied Fitri 2020 bertema “Ekonomi dan Likuiditas Keuangan Pasca Lebaran” yang diselenggarakan Senior’s Forum Kadin Jabar melalui zoom, Senin malam 25 Mei 2020.

 

PIKIRAN RAKYAT - Kebijakan pemerintah dalam menangani dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 dinilai masih antibisnis, keberpihakan pemerintah untuk membantu kelangsungan dunia usaha dinilai masih minim. Bila kondisi ini terus berlanjut dikhawatirkan sebagian besar korporasi di Indonesia akan kolaps, karena pada Juni ini kesulitan likuiditas akan semakin memburuk.

Demikian terungkap dalam acara Tausyiah Silaturahmi Ied Fitri 2020 bertema “Ekonomi dan Likuiditas Keuangan Pasca Lebaran” yang diselenggarakan Senior’s Forum Kadin Jabar melalui zoom, Senin malam 25 Mei 2020.

Hadir pada kesempatan itu diantaranya mantan Menteri PPN/Kepala Bappenas Paskah Suzetta, mantan Menteri Perindustrian MS Hidayat, serta sejumlah pengusaha seperti Ade Sudrajat, Jajat Priatna Purwita, Iwan D. Hanafi, Herman Muchtar, Sonson Garsoni, Januar P. Ruswita, Kohar Atmasuganda, Ketua Kadin Jabar Tatan Sudjana, dan pengamat ekonomi Acuviarta Kartabi.

Para pembicara mengingatkan kontribusi besar yang disumbang dunia usaha selama ini, yakni pajak, penyerapan tenaga kerja, dan kontribusi pada pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) secara keseluruhan.

Baca Juga: Dua Hari Lebaran, Tidak Ditemukan Penambahan Kasus Baru COVID-19 di Kabupaten Bogor

“Penopang utama pendapatan di APBN adalah sektor pajak dan dunia usaha memberi kontribusi paling besar. Selain itu, dunia usaha juga telah mendorong pertumbuhan dengan penyerapan tenaga kerja. Kalau dunia usaha tidak diperhatikan pemerintah, dari mana kita bisa memberi kontribusi kepada pemerintah yang hampir 2/3 dari APBN ini?” ujar Paskah.

Sementara MS Hidayat menyatakan sejak beberapa tahun lalu PDB Indonesia sudah melampaui USD 1 triliun sehingga bisa masuk anggota G-20. “Dari jumlah itu 87% merupakan kontribusi swasta dan BUMN dan 13% dari APBN. Sekarang yang 87% ini sedang menghadapi masalah yang bukan karena kesalahan kita,” katanya.

Dikatakan Hidayat, dari paket kebijakan yang diumumkan Menkeu tidak tercermin anggaran untuk korporasi, hanya disebutkan UMKM saja.  “Saya tanyakan pada Menkeu dan Menko. Menko menjawab ‘Kekuatan kami adalah ini, kalau korporasi baru kita anggarkan tahun depan’. Saya jawab kepada Pa Menko, ‘Bos kalau nunggu tahun depan kita sudah jadi zombie semuanya. Menkeu juga sama,” ungkap Hidayat.

Keberpihakan pemerintah ini dinilai sudah sangat ditunggu, mengingat likuiditas yang semakin memburuk. “Bulan Juni ini kemungkinan cashflow usaha akan nol,” ujar Paskah. Menurutnya memang ada kebijakan restrukturisasi perbankan berupa penangguhan pembayaran bunga dan pokok sebesar 50%. “Persoalannya bagaimana kalau sekarang ini hanya merekstrukrisasi dengan penangguhan selama 1 tahun, likuditas pengusaha dari mana. Kita perlu tambahan modal karena pengusaha harus memelihara usahanya seperti pabrik, mesin, serta membayar kontribusi lain seperti iuran daerah yang masih ada. Semua sekarang sudah mulai zero Juni ini. Siapa yang bisa menolong dunia usaha,” katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat