kievskiy.org

Mengulik Tradisi Desa Cikeleng Kuningan yang Hanya Boleh Hajatan dalam Kurun Waktu 6 Bulan

Beberapa warga  di Kabupaten Kuningan, hendak nyambungan (kondangan) kepada warga yang sedang hajatan, beberapa waktu lalu.
Beberapa warga di Kabupaten Kuningan, hendak nyambungan (kondangan) kepada warga yang sedang hajatan, beberapa waktu lalu. /Pikiran Rakyat/Ajun Mahrudin

PIKIRAN RAKYAT - Bicara soal hajatan, mungkin tidak asing lagi di lingkungan masyarakat yang identik dengan pesta, resepsi, atau ada juga yang menyebut kariaan. Hajatan ada yang sifatnya sederhana, ada juga diselenggarakan hiburan pentas kesenian, yang bisa dilaksanakan kapan saja.

Tidak demikian, bagi masyarakat di Desa Cikeleng, Kecamatan Japara, Kabupaten Kuningan. Warga diperbolehkan melaksanakan hajatan hanya dalam kurun enam bulan. Artinya selama enam bulan mereka tidak diperbolehkan melaksanakan resepsi, baik resepsi pernikahan maupun khitanan.

Memasuki bulan Juni 2024 ini, masyarakat Desa Cikeleng mulai diperbolehkan melaksanakan hajatan dalam kurun waktu enam bulan ke depan. Setelah Pemerintah Desa Cikeleng bersama masyarakat setempat, mengadakan syukuran di kompleks permakaman sekitar desa tersebut.

Setelah melewati enam bulan ke depan, biasanya mengakhiri masa waktu hajatan dengan mengadakan acara syukuran di Blok Kalapa Ciung, sekitar Desa Cikeleng. Sejak itu masyarakat Desa Cikeleng tidak diperbolehkan lagi hajatan, sebelum mengadakan lagi syukuran di Kompleks Permakaman Manangga.

Sebelumnya dilakukan pemotongan hewan kerbau. Kemudian daging kerbau itu dipotong kecil-kecil sekira ukuran dua ibu jari orang dewasa. Lalu dibagikan kepada warga yang hadir, ada daging mentah ada juga yang sudah dimasak.

“Hajat Bumi di Desa Cikeleng, selain merupakan bentuk syukuran kepada Yang Maha Kuasa, juga menandai diperbolehkannya warga melaksanakan hajatan pernikahan dan khitanan,” ujar Uki, Ketua Panitia Hajat Bumi di Desa Cikeleng, seperti dilaporkan kontributor Pikiran Rakyat Ajun Mahrudin.

Tak ada keterangan yang bisa memastikan terkait dengan hajatan yang biasa dilaksanakan oleh masyarakat Desa Cikeleng. Yang jelas, masyarakat Desa Cikeleng masih memegang teguh adat kebiasaan warisan leluhur. Mereka menganggap tabu jika melaksanakan hajatan di luar adat tersebut.

Menurut beberapa warga, jika adat itu dilanggar dikhawatirkan mengakibatkan malapetaka khususnya bagi warga yang melaksanakan hajatan di luar ketentuan adat masyarakat itu. Soalnya, beberapa puluh tahun lalu pernah ada warga yang melaksanakan hajatan ketika masa tidak diperbolehkannya hajatan, la mengalami kecelakaan.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat