kievskiy.org

Sampah Organik, Anorganik, dan Residu Bisa Menjadi Benda Niaga

Ilustrasi sampah organik.
Ilustrasi sampah organik. /Pexels/SHVETS production

PIKIRAN RAKYAT - TPS 3R Saling Asih II di RW 12 Kelurahan Maleer, Kecamatan Batununggal, Kota Bandung telah menunjukkan hasil pengolahan sampah menghadirkan produk bernilai. Beberapa produk itu, di antaranya, media bakteri, kompos, pupuk organik cair yang sudah diterima pasar.

Daur ulang benda tak terpakai secara recycle maupun upcycle oleh pelaku usaha di Kota Bandung, Mochamad Saeful Rizky juga menunjukkan hal serupa. Dia memproduksi tatakan gelas, jam meja, jam dinding, jam tangan, kursi, meja belajar, medali dari bahan baku sampah plastik. Pemesan produk itu juga datang dari mancanegara, bukan hanya dalam negeri.

Rektor Ikopin University Agus Pakpahan menyampaikan, bentuk lain benda niaga atau komoditas hasil pengolahan sampah, yakni maggot lalat black soldier fly (BSF). Sepengetahannya, pembudi daya BSF di Riau terus mengekspor maggot ke sejumlah negara, seperti Belanda, RRT, dan Inggris.

Baca Juga: Kepala Sekolah SMPN 2 Pringsurat Temanggung Sebut Korban Bully ‘Caper’, Jadi Bulan-bulanan Netizen

"Pembudi daya maggot itu memikat minat investor dari Belanda. Dalam konteks ekonomi, hal itu menjadi satu lagi gambaran, biokonversi sampah organik mampu menjadi komoditas, bahkan memikat investor asing masuk. Kunjungan Negara Bagian Sabah, Malaysia ke pembudi daya maggot di Bogor menandakan ketertarikan dunia akan biokonversi," tutur Agus yang juga merupakan Ketua Asosiasi BSF Indonesia saat diskusi kelompok terpumpun di Aula Pikiran Rakyat, Jalan Asia Afrika 77, Kota Bandung.

Diskusi itu diselenggarakan atas prakarsa Ikatan Cendikiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) Organisasi Wilayah Jawa Barat. Agus menjadi pembicara, bersama Penyuluh Lingkungan Hidup pada Dinas Lingkungan Hidup Kota Bandung Dedy Dharmawan, Ketua Pengurus Koperasi Alam Nusantra Mewangi Dedi Kurdiawan.

Perihal pangan fungsional, istilah yang muncul semenjak dekade 1980. Jepang merupakan negara yang mengembangkan pangan fungsional semenjak masa itu. Tujuannya, mempertahankan nilai mutu pangan dalam negeri di tengah invasi junk food belahan dunia barat.

Baca Juga: Rengginang, Kudapan Tradisional yang Masih Diproduksi di Desa Bojongmekar-Bandung Barat

Pemerintahan Jepang saat itu berupaya terus-menerus mengedukasi pangan fungsional ke masyarakat. Fase setelah itu, pangan fungsional di Jepang bergeser ke memperlakukan pangan sebagai obat, mengikuti pikiran filsuf yang juga bapak ilmu kedokteran Hippocrates yang menyebutkan "biarkan makanan jadi obat, obat jadi makanan".

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat