kievskiy.org

Bukan Hanya Mual dan Muntah, Ini Dampak Fatal Bromat pada Tubuh

Botol air minum dalam kemasan (AMDK).
Botol air minum dalam kemasan (AMDK). /dok. Freepik


PIKIRAN RAKYAT -
Bromat, senyawa yang terkandung dalam air minum dalam kemasan (AMDK) kini menjadi perbincangan publik. Bagaimana tidak, senyawa dengan rumus kimia BrO₃⁻ itu disebut-sebut lebih berbahaya dari BPA dan memiliki dampak yang fatal bagi kesehatan.

Hal ini bukan tanpa alasan, mengingat Bromat berada di dalam air itu sendiri. Berbeda dengan BPA yang berasal dari kemasan pangan dan masih belum teruji kebenaran dampaknya.

Kondisi ini membuat banyak masyarakat khawatir akan kesehatan mereka jika mengkonsumsi AMDK yang mengandung bromat. Padahal, jika bromat yang terkandung tak melebihi ambang batas yang ditentukan tidak akan berdampak buruk.

Batas Ambang Bromat di AMDK

Batas aman bromat menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah 10 mikrogram per liter. Di Indonesia, ada pula regulasi yang mengaturnya. Regulasi makanan dan minuman diatur Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN). AMDK mengacu pada SNI 3553:2015. Hal ini ditentukan setelah melakukan pengujian kepada hewan dan manusia.

Bahaya Kandungan Bromat Tinggi bagi Tubuh

Pusat Riset Sumber Daya Geologi, BRIN, Rizka Maria mengatakan, beberapa penelitian yang dilakukan di luar negeri maupun dalam negeri menunjukkan adanya indikasi yang berbahaya bagi Kesehatan manusia.

Penelitian tersebut, lanjutnya mulanya diuji kepada hewan terlebih dahulu, baru diuji kepada manusia. Hasilnya terdapat gejala yang ditimbulkan pada tubuh manusia.

"Gejala-gejala yang ringan yang ditemui ketika mengkonsumsi air minum dalam kemasan dengan paparan bromat yang tinggi itu akan menyebabkan mual, tidak enak badan, nyeri, gangguan saraf, mual, muntah dan sebagainya," katanya kepada Pikiran-Rakyat.com.

Menurutnya, gejala tersebut dapat ditanggulangi oleh medis, paparan bromat yang tinggi akan berdampak jangka panjang. "Tetapi jika keterpaparan ini berlanjut selama 10 sampai 20 tahun ini akan menimbulkan efek karsinogenik pencetus kanker atau gangguan ginjal," katanya.

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat