kievskiy.org

Parlemen Bubar, Jadwal Pemilu Dini Kuwait Belum Ditetapkan

EMIR Kuwait, Sheikh Sabah Al-Ahmed Al-Jaber Al-Sabah berbicara dalam pertemuan Asia Cooperation Dialogue (ACD) di Bangkok, Thailand, 10 Oktober 2016 lalu. Ia mengeluarkan dekrit untuk membubarkan parlemen, beberapa hari lalu.*
EMIR Kuwait, Sheikh Sabah Al-Ahmed Al-Jaber Al-Sabah berbicara dalam pertemuan Asia Cooperation Dialogue (ACD) di Bangkok, Thailand, 10 Oktober 2016 lalu. Ia mengeluarkan dekrit untuk membubarkan parlemen, beberapa hari lalu.*

KUWAIT, (PR).- Terus merosotnya harga minyak dunia sejak 2014 telah berimbas buruk terhadap negara-negara yang menggantungkan pendapatan dari emas hitam tersebut. Kuwait menjadi korban terbaru yang terkena imbas merosotnya harga minyak dunia, menyusul Arab Saudi dan Venezuela yang sudah lebih dulu merasakan efek tersebut. Namun, berbeda dengan Saudi, di Kuwait merosotnya harga minyak telah menyebabkan kegoncangan politik domestik. Dalam hal ini, kabinet pemerintah Kuwait sudah mengundurkan diri dan parlemen juga dibubarkan. Akibatnya, pemilu dini harus segera digelar untuk mencegah kekosongan kekuasaan. Namun, seperti dilansir Kantor Berita AP, Kamis 20 Oktober 2016, sampai saat ini belum diumumkan kapan pemilu dini akan dilakukan. Yang jelas putusan pemerintah tersebut dipuji mantan Ketua DPR Kuwait Marzouq al-Ghanim. "Pemilihan umum merupakan proses demokrasi yang tak bisa dihindarkan," ujarnya jepada media pemerintah Kuwait News Agency. "Rakyat Kuwaitlah yang berhak menentukan siapa yang akan mewakili mereka di masa-masa krisis saat ini," ujarnya lagi menambahkan. Sebelumnya, seperti dilansir BBC, langkah menggelar pemilu tersebut ditempuh setelah terjadi perdebatan antara parlemen dan pemerintah menyangkut kenaikan harga minyak di negara kaya minyak tersebut. Saat Emir Kuwait, Sheikh Sabah al-Ahmad al-Sabah, mengeluarkan dekrit untuk membubarkan parlemen pada awal pekan ini, dia menyebutkan bahwa Kuwait menghadapi persoalan pelik sehingga butuh mandat baru dari rakyat untuk mengatasi masalah tersebut. "Demi pembangunan kawasan yang sulit dan kebutuhan dalam menghadapi bahaya dari tantangan keamanan, menjadi perlu untuk kembali ke rakyat," demikian isi dekrit Emir Kuwait. Berdasarkan konstitusi setempat, pemilihan umum dini harus dilaksanakan dalam waktu dua bulan sejak parlemen dibubarkan. Perekonomian Kuwait yang mengandalkan minyak sebagai sumber pendatapan utama, menghadapi masalah karena turunnya harga minyak dunia. Awal tahun ini, Kementerian Keuangan Kuwait memperkirakan akan mencatat rekor defisit anggaran terbesar dalam tahun ini, sekitar 38 miliar dolar AS, atau naik hampir 50% dari tahun sebelumnya. Sementara di Saudi, pemerinah setempat mengakali merosotnya harga minyak dengan menaikkan biaya visa haji dan bisnis, memotong gaji PNS dan juga resmi menggunakan kalender Masehi sejak 2 Oktober 2016 lalu. Kenaikan biaya visa ini dilakukan pemerintah Saudi untuk meningkatkan pemasukan negara dari sektor nonminyak. Selama ini, ekonomi Saudi sangat diuntungkan oleh kunjungan jemaah haji. Koresponden The New Arab, Khaled al-Shayea melaporkan bahwa Saudi mendapatkan pemasukan besar dari biaya visa setiap tahunnya. Saat harga minyak yang terus merosot, pemasukan dari visa ini dapat diandalkan untuk menggerakkan perekonomian negara yang berbatasan dengan Yaman tersebut. Sejumlah pakar ekonomi mengatakan, setelah biaya visa dinaikkan, pemerintah Saudi diperkirakan akan mendapatkan pemasukan sekira 34 miliar dolar AS per tahun.***

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat